Loading Now

Cikal Bakal Penulisan Historis MAN 2 Pontianak : Edisi Milad ke-29

 

Desain%2Btanpa%2Bjudul%2B%25288%2529 Cikal Bakal Penulisan Historis MAN 2 Pontianak : Edisi Milad ke-29

    Mungkin banyak yang tahu dengan istilah memoar (yang biasa juga di tulis dengan memoir). Barang kali mungkin bisa dianggap sebagai biografi, tetapi saya katakan ini bukanlah sebuah biografi, karena saya pun juga tak luput dari kekhilafan berkenaan dengan identitas, bagaimanapun ini hanyalah sekumpulan kenangan-kenangan yang tidak bisa di lepaskan dari memori penulis sendiri tentang Madrasah Aliyah Negeri 2 Pontianak. Penulis sendiri menggunakan kata memoar karena sontak teringat dengan Perdana Menteri Inggris yang bernama Sir Winston Churchill[1], dan karyanya tersebut mengantarkan namanya meraih nobel dalam bidang sastra yang menceritakan tentang Perang Dunia II.  

    Bisa jadi ini akan menjadi tulisan historis yang pertama dalam hidup saya, dan lagi-lagi MAN 2 Pontianak yang menjadi ide awal penulis, jujur penulis lebih banyak mengenal kenangan-kenangan di masa SMA bila dibandingkan dengan pengalaman saat SD maupun SMP, karena pada saat itu memang merupakan masa-masa yang sangat menyenangkan sekali dan bermakna, bahkan ada istilah yang sering kita dengar yaitu masa SMA memang merupakan masa yang paling indah, entah itu dari segi cinta bagi yang merasakan indahnya cinta, dan juga merupakan masa yang menyenangkan dalam hal persahabatan bagi seseorang yang merasakan tersebut. Karena ini adalah sebuah memoar yang berkaitan dengan sekolah saya dahulu, maka tulisan awalnya merupakan pengalaman saya berada di MAN 2 Pontianak, entah itu di masa sekolah dulu maupun setahun yang lalu ketika penulis menjadi guru PPL.

    Sepakat atau tidak kenangan pada dasarnya merupakan ingatan yang tidak akan pernah di lupakan meskipun sudah mati ingatan tersebut, namun saya lebih mempercayai bahwa sejarah adalah alternatif yang sangat baik untuk pengingat, entah itu bersifat self reminder[2], reinventing the past[3], fantasizing the past[4]atau pun sebagai knowledge, karena keempat sifat sejarah tersebut bisa dibenarkan pula tanpa mengurangi nilai-nilai sejarah itu sendiri.

    Memoar tak bisa lepas dari sejarah yang di alami oleh penulis itu sendiri, sama seperti pengalaman Sir Winston Churchill yang mencoba untuk menggambarkan situasi Perang Dunia kedua dalam bukunya yang berjudul The Second World War yang terdapat enam seri jika menggunakan bahasa Inggris.[5]Namun karena terbatasnya ingatan penulis, adalah hal yang mustahil untuk membuat karya yang persis seperti Perdana Menteri Britania Raya tersebut, dan apalagi buku diari saya yang tersisa itu hanya menggambarkan situasi penulis pada saat kelas XI saja.

    Pengalaman berada di MAN 2 Pontianak bukan bagi penulis sendiri bukan sesuatu yang hanya di kenang saja, namun dengan berbagai macam memori baik yang bersifat kelam maupun senang. Penulis tidak menyarankan kepada pembaca untuk menanggapi ini sebagai sebuah biografi ataupun autobiografi, akan tetapi penulis lebih mengajak pembaca untuk mengenal lebih dekat tentang MAN 2 Pontianak bukan hanya sekadar identitas melainkan sebagai memori.

    Penulis akui ini inspirasi ini berasal dari ke­-gabut­-an yang sangat mendalam dan bingung ingin menulis apa, karena yang ada di dalam pikiran penulis, ingin menuliskan entah itu bersifat biografi, autobiografi, esai yang berkaitan dengan MAN 2 Pontianak, setidaknya saya sudah membuat kumpulan tulisan yang berbentuk esai yang berjudul Q-Time[6], dan penulis sendiri menilai itu adalah kumpulan hasil karya selama PPL 3+3 bulan.

    Namun dari Q-Time lah tulisan ini bisa di gagas dalam bentuk yang In syaa Allah lebih komprehensif berkaitan dengan sekolah yang pernah menjadi bagian hidup penulis kala itu. Memang, tulisan ini membutuhkan waktu yang sangat lama untuk menjadikan sebuah Memoar yang begitu enak untuk di baca dan bagi penulis ini akan menjadi sekuel dari Q-Timeke dalam versi yang lebih luas lagi.

    Selama ini Madrasah Aliyah Negeri 2 Pontianak bisa terbilang sukses mencetak murid-murid yang berprestasi baik itu di zaman saya sekolah dahulu maupun sekarang ini. Di zaman saya ada yang namanya Muhammad Iqbal Arsa, Syarifah Syifa Latifah, Muhammad Luthfi (beliau ada abang kelas saya), Zaini Tafrikhan, Ahmad Fauzi. Mereka-mereka bisa di katakan sebagai murid emas MAN 2 Pontianak di saat saya masih berada di kelas 1 SMA.

    Secara garis besarnya, saya memang menyematkan nama-nama mereka di beberapa judul tulisan ini dan berkenaan dengan mencoba untuk mendeskripsikan lebih dekat tentang siapa mereka yang saya tulis di paragraf sebelumnya. Di dalam tulisan ini, penulis juga menggunakan berbagai macam perspektif (baca : sudut pandang dari alumni, guru-guru baik itu yang tetap maupun PPL, siswa dan siswi) yang menambah khazanah sejarah yang ada di MAN 2 Pontianak, dan tidak lupa pula dari sudut pandang Guru dan Kepala Madrasah.

    Setidaknya, tulisan ini belum tentu menjadi tulisan yang sangat tergambar penuh tentang MAN 2 itu sendiri, melainkan ini adalah sebagian dari beberapa ingatan yang ada di dalam koresponden yang penulis bisa diajak ngobrol. Tulisan blog ini menjadi awal mula penulisan Buku tentang Sejarah MAN 2 Pontianak yang tercinta. Di hari milad ke-29 bukan lagi menjadi sekolah yang berumur jagung, tapi saya harus jujur MAN 2 sudah bersiap-siap untuk Go to International []


[1] Sir Winston Leonard Spencer-Chucrhill merupakan seorang politisi, perwira militer dan juga seorang penulis Britania Raya. Ia adalah Perdana Menteri Britania Raya yang ketika saat itu berhasil meraih kemenangan dalam Perang Dunia II

[2]Ungkapan ini lebih sering di gunakan untuk renungan yang sudah lalu dan tidak akan terjadi lagi, maka dari itu penulis menggunakan kata tersebut bukan sekadar mengingat-ingat kembali tentang masa-masa di sekolah melainkan agar pembaca juga memikirkan apa yang penulis pikiran soal renungan.

[3] Ada banyak sekali perbedaan untuk masalah ini, sejujurnya kata ini terinspirasi Rocky Gerung ketika perdebatan di dalam ILC yang bertajuk Reuni 212 dengan menggunakan dengan maksud untuk retakinga memory (atau lebih gampang mengambil memori yang telah hilang dengan mengingat kembali masa-masa yang pernah di lalui oleh penulis itu sendiri.

[4]Penggunaan kalimat ini tidak bisa diartikan sebagai berkhayal yang hanya menimbulkan wacana semata, setidaknya penulis cenderung menggunakan kata ini untuk mencoba membuat semacam transformatif antara khayalan dan impian masa depan, dengan cara itulah penulis mencoba untuk memberanikan diri untuk membuat sebuah impian. Mungkin setiap orang bisa berkhayal, akan tetapi untuk membuat sebuah impian memang membutuhkan gagasan yang khas agar menjadi sebuah impian yang kenyataan.

[5] Rujuklah di Wikipedia yaitu The Second World War (Book Series)

[6] Bisa dikatakan ini adalah tulisan kumpulan esai pertama yang pada saat itu terinspirasi dari pengalaman mengajar sebagai guru PPL yang terbilang sangat singkat.

Share this content:

Post Comment