Loading Now

Mari Kita Bicara Takdir : Perspektif Anak Sekolah Dasar

Wallpaper-Wordpress-1024x576 Mari Kita Bicara Takdir : Perspektif Anak Sekolah Dasar
Sebuah Metafora berbentuk gambar tentang perjalanan takdir hidup seseorang

Berbicara Takdir

Hari Kamis yang lalu, kita membicarakan topik yang benar-benar membuat mereka berpikir tentang kehidupan mereka sendiri. Kebetulan, materi yang akan disampaikan mengenai Beriman kepada Qadha dan Qadar yang menjadi salah satu materi yang ada di Kelas 6 SD dalam Kurikulum Merdeka ini. Sebenarnya, materi yang disampaikan semestinya berkaitan dengan keyakinan kita tentang Qadha dan Qadar, tetapi bisa dibuat dengan lebih menarik. Secara umum, takdir memang sudah ditetapkan oleh Allah saat zaman Azali. Meskipun demikian, refleksi mengenai takdir yang semestinya kita perlu kita pertanyakan.

Empat Pertanyaan Dasar : Studi Kasus tentang Nasib

Wallpaper-Wordpress-1-1024x576 Mari Kita Bicara Takdir : Perspektif Anak Sekolah Dasar
Foto ini adalah Ilustrasi mengenai dua personal yang memiliki takdir yang berbeda

Secara sederhana, saya menunjukkan sebuah foto yang sontak membuat mereka tertawa, dan yang saya tampilkan adalah dua foto yang memiliki latar belakang yang berbeda, adapun foto mereka adalah Fajar Sadboy dan Siwon Choi. Setidaknya, ada yang bisa kita bicarakan di dalam kedua foto tersebut, dan tentunya berkaitan dengan takdir yang dijalani oleh kedua orang tersebut. Paling tidak, ada empat pertanyaan yang menjadi kajian studi kasus ini yang menurut saya perlu kita diskusikan bersama dengan anak-anak Averroes Class, Kelas 6 SDN 05 Kecamatan Pontianak Utara.

Wallpaper-Wordpress-2-1024x576 Mari Kita Bicara Takdir : Perspektif Anak Sekolah Dasar
Sebuah Metafora berbentuk Bebek tentang Rupawan dan Jelek.

Apakah menjadi Ganteng atau Jelek itu adalah Takdir?

Setelah saya melihat kesembilan tulisan yang mereka diskusikan secara berkelompok, paling tidak ada delapan kelompok yang menyatakan bahwa menjadi ganteng ataupun jelek merupakan nasib yang mesti dipenuhi oleh setiap manusia. Adapun satu kelompok tersebut menolak anggapan tentang jelek dan ganteng adalah takdir. Kelompok tersebut menyebutkan bahwa :

Tidak, karena semua orang sempurna di mata orang yang tepat, dan mereka bisa mengubah takdirnya.

Memang benar di dalam Al-Quran disebutkan mengenai nasib yang sudah ditetapkan oleh setiap makhluk, adapun dalil tersebut berbunyi :

“Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi, yang menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan-Nya), dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk.” (QS Al-A’la: 1-3).

Di saat yang sama, di dalam Al-Quran juga memberikan instruksi mengenai nasib yang memungkinkan bisa dirubah, adapun yang bisa dijadikan sebagai sandaran adalah adalah ayat berikut :

Allah menghapus dan menetapkan apa yang Dia kehendaki. Di sisi-Nyalah terdapat Ummul-Kitāb (Lauh Mahfuz). (QS Ar-Rad’ : 39)

Dalam ayat ini, Allah mengatakan bahwa Dia memiliki kekuasaan untuk menghapuskan atau menetapkan segala sesuatu termasuk nasib manusia. Tanda-tanda bahwa Allah menentukan dan menghapus adalah sebagai berikut: siang dan malam bergantian datang, ada gelap dan terang, hidup dan mati, kuat dan lemah, sehat dan sakit, bahagia dan menderita, kaya dan miskin, dan lain-lain.

Jika disebut Takdir, Apa yang salah dari mereka berdua?

Setelah saya memunculkan dua foto yang berbeda yaitu Fajar Sadboy dan Siwon Choi, setidaknya ada dua perspektif yang saya dapatkan jawaban dari kelompok tersebut. Ada jawaban yang bernuansa Fatalisme dan juga Determinisme, memang unik jawaban yang diberikan oleh anak-anak tersebut. Fatalisme bisa dibilang bahwa segala sesuatu tidak bisa diubah, sedangkan Determinisme adalah kebalikannya yang memungkinkan manusia bisa mengubahnya. Sebanyak tujuh kelompok dari mereka bersepakat bahwa semuanya sudah ditakdirkan oleh Tuhan. Sedangkan dua kelompok berkata berbeda dengan argumentasi yang unik, pertama itu semua tergantung usaha dan yang kedua eksistensi mereka itu sendiri.

Dari dua perdebatan di atas setidaknya memberikan kita gambaran bahwa pikiran manusia, khususnya anak sekolah dasar memiliki cara berpikir yang berbeda. Semestinya dari berpikir seperti ini yang bisa diharapkan oleh anak-anak sekolah dasar yang sebenarnya mereka memiliki pikiran yang otentik. Adapun pikiran yang otentik inilah yang mesti kita jaga agar mereka membentuk pemikiran yang independen dan tidak terkesan copy-paste.

Wallpaper-Wordpress-3-1024x576 Mari Kita Bicara Takdir : Perspektif Anak Sekolah Dasar
Metafora berbentuk Gambar yang menggambarkan seseorang merefleksikan diri tentang Takdir.

Apakah kita bisa mengubah Takdir yang telah dijalani?

Setelah pertanyaan yang menunjukkan suatu objek, saat itu juga pertanyaan ketiga memiliki perbedaan dari pertanyaan sebelumnya. Adapun pertanyaan tersebut, lebih bersifat eksistensi masing-masing peserta didik apakah mereka bisa merubah takdir. Jawaban mereka memiliki tiga pandangan yang saling bertolak belakang. Adapun pandangan pertama menyatakan dengan tegas bahwa takdir tidak bisa diubah, mereka berlandaskan bahwa segala sesuatu sudah ditetapkan oleh Tuhan. Sedangkan pendapat kedua berbeda pendapat, dengan alasan bahwa kita bisa mengubah sifat buruk dalam diri kita untuk menjadi lebih baik. Selanjutnya, ada yang menggunakan cara tradisional bahwasanya mungkin bisa dengan cara pergi ke dukun atau peramal. Adapun pendapat ketiga lebih mirip dengan nuansa paradoks, adapun argumennya, memungkinkan untuk bisa mengubah takdir, tetapi mereka menganggap sebagai suatu penghinaan dan kesalahan manusia.

Jika dilihat dari jawaban-jawaban tersebut, maka setidaknya melahirkan tiga argumentasi yang berbeda yaitu Rasionalisme, Fatalisme dan Supranatural. Aliran rasional dalam memahami takdir beranggapan bahwa manusia punya potensi untuk mengubah takdir dari dalam dirinya. Kemudian, Aliran Fatalisme beranggapan bahwa mereka tidak mungkin bisa mengubah takdir mereka dalam waktu yang berjalan karena sudah ditangan Tuhan. Terakhir, ada aliran Supranaturalisme yang beranggapan bahwa takdir manusia bisa dirubah apabila dibantu dengan kekuatan yang melampaui logika manusia itu sendiri.

Perlukah mereka merubah takdir mereka?

Pertanyaan terakhir yang pada dasarnya masih berorientasi kepada kedua gambar yang sama yaitu Fajar Sadboy dan Siwon Choi, tetapi hal ini berkaitan dengan apakah mereka bisa merubah nasib mereka atau tidak. Menariknya, hal ini menimbulkan empat argumen yang menurut saya memiliki pola pikir yang berbeda-beda. Adapun yang pertama, adalah argumen menolak untuk mengubah takdir dan lebih menyarankan untuk bersyukur kepada takdir yang diberikan. Kemudian, yang kedua argumen yang netral dengan maksud untuk memberikan kebebasan kepada manusia itu sendiri apakah ia mengubah atau tidak. Argumen ketiga, mereka bersepakat dengan argumen pertama tetapi dan kedua tetapi dengan konsekuensi yang berbeda. Sementara yang terakhir lebih memberikan potensi manusia untuk berubah yang lebih baik.

Dari keempat argumen di atas setidaknya mengingatkan kita kepada aliran-aliran Teologis di dalam Islam yaitu Qadariyah, Murji’ah, Jabariyah, Mu’tazilah dan Asy’ariyah. Mengapa demikian? karena keempat aliran teologis tersebut memberikan pemikirannya tentang Takdir Manusia. Bagaimana kita sebagai orang yang lebih tua dibandingkan mereka? Setidaknya kita memberikan pandangan dan membimbing mereka dengan pilihan yang lebih bijak lagi.

Kesimpulan

Pelajaran yang mungkin bisa kita ambil dari pemikiran anak-anak sekolah dasar adalah bahwasanya mereka memiliki pikiran yang unik dan terkadang kita sebagai orang dewasa tidak terbiasa dengan pikiran yang sudah berkembang. Tidak dipungkiri lagi, perkembangan pemikiran pada abad 21 ini memberikan kita kemungkinan bahwa anak kecil saja sudah bisa memikirkan hal-hal yang mengundang perspektif berbeda-beda. Mengenai takdir itu sendiri, memang sesuatu yang tidak bisa dipungkiri lagi keberadaannya. Bahkan, hal tersebut masih menjadi perbincangan yang menarik baik itu untuk dunia anak-anak maupun orang dewasa itu sendiri.

Editor : Amar Ma’ruf
Kontributor : Tri Salma Nur Huariah, Irene Tri Rifni, Yasmin Nayla Ulfa, Raden Satrio Al-Farizy, Zacky A.P., Aisya Ilmira F.S., Iqbal Agustian, Dwi Safa Adelia, Nathania Azalia Maura, M. Primantara, Reyhana Khalisa, Borneo Alamsyah, Nurfadilla Afrillia, Fathinah Zuhra, Putri Zelicha, Alif Syiham Abdurrahman, Rion Rafael Gunadi, Fikal Bahir, Zaskia Marfira, Elvina Maharani, Tri Septi Handayani, Fakhri Arfani, M. Haikal, Syifa Mulia Anggreini Wiyono, Fitri Ramadhani, Dzakiyah Nisa Afifah, M. Fattah, Albert Noby Dharmawangsha, Kirana J.D., M. Sigit Nur Yasyid, Aulia Riwayati H.W., Riski Nurrahman, Zahira Ulfa Aprilliani, Ghita Salsabila Rasyid, Rihanna Pramudista, Rizki Kurniawan, Ashilla Chitra Kirana Mery, Sahdan Putra Pratama, Fahmi Rayyan Muhiyar, Aufar Dewari, Alvira Fajria Mufida, Caesya Khulud Ramadhani, Dava Tri Okta Rianto, Syahrul, Anisa Aprilla Natasya, Fiolanda Safitri, Venesya Agustine, Delphi Izdihar Rialfi, Fazli Hafiz Saragih, M. Rizal.

Share this content:

1 comment

Post Comment