Pendidikan Multikultural Sekolah Dasar
Pendahuluan
Sebagai guru yang berlatarbelakang dari Guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, mata pelajaran ini tidak hanya membahas hal-hal yang bersifat spiritualitas. Karena itu, kita tidak hanya membahas dari segi Agama dan juga unsur kebudayaan. Tidak bisa dihindari, pendidikan yang ada di Sekolah Dasar (bukan Madrasah Ibtidaiyah) akan merasakan atmosfer Multikultural yang begitu otentik. Tidak hanya Single Religion yang ditampilkan di dalam sekolah tersebut melainkan Multi Religion dan juga Multicultural. Dapat dipahami bersama, keberlangsungan hidup di dalam sekolah menjadi lebih plural dan lebih oriented. Maka dari itu, setidaknya Pendidikan Multikultural sudah hadir pada saat kita berada di Sekolah Dasar dan kita lebih mengenalnya sebagai teman yang memiliki perbedaan budaya.
Multikultural
Multi berarti banyak, berbeda, berbeda, berbeda. kultur artinya budaya. Oleh karena itu, multikulturalisme secara sederhana dapat diartikan sebagai keragaman budaya. Secara etimologis, pendidikan multikultural juga terbentuk dari dua kata pendidikan dan multikulturalisme.1 Dalam hal ini Zamroni mendefinisikan pendidikan sebagai suatu proses yang melibatkan upaya penumbuhan diri dalam tiga dimensi. Ini mempromosikan pendidikan atau Perolehan pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai, kepercayaan dan adat istiadat. Oleh karena itu, pendidikan multikultural secara sederhana diartikan sebagai upaya mempromosikan keragaman budaya siswa dalam berbagai aspek sekolah.2
Bila kita mendengar kata Multikultur, apa yang menjadi benak kita setelahnya? Iya benar, berbagai macam-macam budaya dan suku. Kendatipun demikian, istilahnya tidak hanya sebatas itu, lebih dalam lagi kita dihadapkan dengan kultur berpikir yang berbeda, kultur dengan kebiasaan yang berbeda, dan juga kultur etika yang berbeda pula di dalam setiap individu maupun kelonpok manusia. Hal ini dipandang dengan wajar karena Kitab Suci Al-Quran juga memberikan penegasan yang signifikan mengapa bisa berbagai macam kultur, yaitu di dalam Qs Al-Hujurat ayat 13 :
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Di dalam Tafsir Al Munir karya Prof. Wahbah Az-Zuhaili beliau mengungkapkan Makna ayat ini, wahai umat manusia, Kami (Tuhan) menciptakan kalian dari asal-usul yang satu, dari jiwa yang satu, dari Adam dan Hawa. Kalian adalah sama, karena nasab kalian satu dan disatukan oleh bapak yang satu dan ibu yang satu. Tidak ada tempat bagi untuk membangga-banggakan nasab, karena semuanya sama dan tidak sepantasnya sebagian yang lain, sedang kalian sebenarnya adalah saudara senasab.
Kami meniadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling mengenal, bukan saling acuh dan berselisih. Maksudnya, Allah SWT menciptakan kalian supaya saling kenal, bukan saling membanggakan nasab. Keutamaan yang ada di antara kalian adalah takwa. Barangsiapa berhiaskan dengan ketalawaan, dirinyalah yang lebih mulia, bajik, dan terhormat. Tinggalkanlah sikap saling membangga-banggakan diri, Allah SWT Maha Mengetahui kalian dan amal perbuatan kalian, Maha Mengerti batin, keadaan, dan seluruh urusan kalian.1
Di dalam ayat dan tafsir tersebut di atas, menegaskan hadirnya masyarakat yang bersifat Multikultural dan kita diberikan edukasi langsung oleh Al-Quran tentang multi kultur yang sejujurnya Tuhan juga mengiyakan adanya realitas yang berbeda-beda, misalnya hadirnya bangsa dan suku-suku yang berbeda, dan mereka juga pastinya berasal dari dua entitas yang sama yaitu Adam dan Hawa. Tidak ada yang namanya superioritas dari masing-masing bangsa dan suku, karena semuanya memiliki kelebihannya masing-masing. Maka dari itu, sangat penting untuk dijadikan sebagai pembelajaran terutama di sekolah mengenai multikultural, yang telah memiliki disiplin ilmu tersendiri yaitu Pendidikan Multikultural.
Pendidikan Multikultural
Setelah kita berbicara tentang Multikultural yang menjadi salah satu kajian di dalam tulisan ini, maka kita sudah sampai pada pemaknaan dari Pendidikan Multikultural. Pendidikan multikultural adalah proses mendemonstrasikan sepenuhnya potensi manusia sebagai hasil dari keragaman budaya, suku-suku, dan aliran (agama).2 Di dalam mendemonstrasikan hal tersebut tidak hanya sekadar mengakui hadirnya realitas yang berbeda, melainkan mencoba untuk membaur dengan baik tanpa mesti melewati batas yang telah ditentukan, baik itu oleh etika maupun agama. Dalam konteks Keindonesiaan, setidaknya kita sudah mengenal istilah Bhineka Tunggal Ika yang memiliki makna perbedaan tapi tetap satu. Bahkan di dalam istilah tersebut sudah mengandung hal-hal yang dari awal maknanya pluralism3. Dengan hadirnya perbedaan tersebut, sejatinya kita dapat melihat keindahan yang ada di sekitar kita dengan tanpa mesti memaksakan kehendak untuk serupa.
Sepertinya Pendidikan Multikultural di maknai ke dalam pembentukan karakter siswa, pendidikan multikultural diperlukan sebagai pendekatan untuk memenuhi kebutuhan minoritas mayoritas siswa. Pendidikan multikultural merupakan efek dari postmodernisme. Dimana filsafat eksistensialisme benar-benar memuji keberadaan manusia sebagai individu yang sejati. Aliran filosofis ini menghidupkan kembali humanisme yang terbenam dalam ilmu pengetahuan dunia modern, yang dianggap mematikan bagi kebebasan manusia.6
Pendidikan Multikultural di Sekolah Dasar
Boleh dikatakan strategi yang digunakan bagi guru di Sekolah Dasar untuk mengajarkan Pendidikan Multikultural ada berbagai macam, tetapi yang ingin kita sampaikan adalah sebagai berikut :1). Pengenalan latar belakang masing-masing siswa, 2). Keakraban antar siswa melalui wawancara siswa untuk lebih mengenal satu sama lain 3) Menempatkan duduk di kelas dengan mengubah. 4) Bentuk kelompok diskusi dari kelompok etnis yang berbeda. 5). Membiasakan gotong royong di dalam dan di luar kelas.7 Adapun yang pertama adalah salah satu langkah utama untuk mengetahui asal-usul dari kultur yang berbeda dan setiap peserta didik memiliki pemahaman dan kebiasaan yang berbeda. Kedua, adalah inti dari Pendidikan Multikultural itu sendiri untuk menghubungkan antar peserta didik, dengan mengakrabkan dan senantiasa lebih mengenal satu sama lain. Kemudian yang ketiga merupakan bagian dari variasi yang biasa dilakukan oleh guru untuk memberikan experience bagi Peserta Didik untuk mengenal semua teman kelasnya. Keempat, setidaknya ini biasa dilakukan oleh Guru Kelas saat Lokakarya dengan membuat karya yang bertema budaya lokal. Adapun yang kelima adalah juga bagian dari substansi dari Pendidikan Multikultural yaitu membiasakan untuk senantiasa kerja sama dan bergotong royong.
Kesimpulan
Penerapan Pendidikan Multikultural sudah mesti dilakukan pada saat Sekolah Dasar, dan senantiasa memperkenalkan mereka tentang budaya dan agamanya masing-masing. Tidak terlepas dari itu, karena kita sebagai manusia yang berbeda-beda perlu mendapat perhatian yang lebih serius mengenai pendidikan ini, karena masih banyak sekali konflik yang terjadi di masyarakat. Semestinya, Pendidikan Multikultural menjadi suatu pembelajaran mengenai perbedaan yang ada.
Referensi
[1] Dike, Daniel. “Pendidikan multikultural sekolah dasar di wilayah 3T.” Jurnal Pendidikan Dasar Perkhasa: Jurnal Penelitian Pendidikan Dasar 3.1 (2017): 277-287.
[2] Zamroni, 2003. Pendidikan untuk demokrasi. Yogyakarta. BIGRAF Publishing.
[3] Zuhaili, Wahbah. Tafsir Al Munir (terjemahan). Depok : Gema Insani. 2016
[4] Ibrahim, Rustam. “Pendidikan Multikultural: Pengertian, Prinsip, dan Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan Islam.” Addin 7.1 (2015).
[5] Perlu di catat, pluralism tidak memiliki kaitan makna “Semua Agama Sama” padahal itu adalah pendefinisian yang kurang tepat. Pluralisme adalah konsep paham yang sejatinya menghargai adanya perbedaan di dalam suatu masyarakat dan mengizinkan kelompok yang berbeda tersebut untuk tetap menjaga keunikan budayanya masing-masing. Sedangkan yang terlanjur kita pahami adalah “Semua Sama” padahal ini lebih mengarah ke Sinkretisme. Silahkan di baca karya Prof. Dr. Faisal Ismail Islam, Doktrin dan Isu-Isu Kontemporer
[6] Susiloningsih, Wahyu. “Pendidikan Multikultural di Sekolah Dasar “Kajian Analitis Dalam Prespektif Filsafat”.” Didaktis: Jurnal Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan 20.1 (2020).
[7] Syahrial, Syahrial, et al. “Strategi Guru dalam Menumbuhkan Nilai Kebersamaan pada Pendidikan Multikultural di Sekolah Dasar.” Jurnal Gentala Pendidikan Dasar 4.2 (2019): 232-244.
Share this content:
Post Comment