Loading Now

Surga Ada Di Dekatmu : Menjemput Kehangatan di Lingkungan Sekitar

 

Banner%2BBlog%2BFix%2B%25281%2529 Surga Ada Di Dekatmu : Menjemput Kehangatan di Lingkungan Sekitar

Setiap kali kita mendengar kata Surga baik dari perspektif agama maupun antropologis, kata tersebut sering diidentikan dengan kehangatan, kenikmatan dan kedamaian. Tidak heran, jika kata Surga sudah menjadi tujuan akhir dari hidup manusia. Setiap manusia, memiliki Surganya masing-masing meskipun dalam ruang lingkup dunia, ada yang memaknai surga itu adalah rumahnya sendiri, di sekolahnya, di lingkungan tempat tinggalnya. Meskipun demikian, Surga di dalam pandangan manusia selama hidupnya merupakan hal yang relatif, namun adapun yang bersifat absolut semua kita pasti akan berkatan itu dari Tuhan.

Berbicara tentang surga kecil saya di dunia, sebenarnya bisa dilihat dari sisi lingkungan sekitar, di komplek yang saya tempati yaitu Komplek Mandau Permai di Kota Pontianak, saya merasakan kehangatan dan keharmonisan teman-teman di komplek tersebut. Bisa dikatakan, di dalam komplek kami ini berbagai macam perbedaan mulai dari Agama hingga Suku yang sangat otentik. Akan tetapi, di dalam perbedaan tersebut kami tidak merasa terganggu ataupun terintervensi tentang itu. Kami saling mengenal satu sama lain, dan kami saling mencoba untuk memahami satu sama lain.

Menariknya adalah di dalam perbedaan yang kami alami saat ini, tidak membuat kita untuk saling menolong satu sama lain, di saat ada yang membutuhkan bantuan, mereka tidak ragu-ragu untuk memberikan pertolongan. Di saat kami berkumpul bersama pun kami lebih sering untuk bercanda yang tidak mengundang sensitifitas seseorang. Karena kami berprinsip bahwa kita sama-sama punya mulut, bisa digunakan untuk menjatuhkan dijatuhkan kembali hanya lewat mulut, ini mengingatkan saya dengan perkataan Imam Syafi’i untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan kata-kata.

Aktivitas pemuda-pemuda di Komplek Mandau Permai bisa dikatakan sangat sarat dengan damai dan harmoni, apalagi kalau kita bersepeda bersama dan senantiasa kami mencoba untuk belajar menundukkan ego, di saat yang membutuhkan kami langsung untuk menghampiri walaupun hanya untuk beristirahat sejenak, karena bagi kami sahabat tidak mungkin meninggalkan sahabat yang lain. Ataupun saat kami sudah selesai bersepeda, lalu disuguhkan dengan sarapan pagi yang saat itu kami makan bersama tanpa memandang siapapun atau darimana kah seseorang itu.

Saya kira ini mungkin yang di ungkapkan di dalam Surah Al-Hujurat ayat 13 dan Al-Kaafirun ayat 6 yang berbunyi :

Wahai manusia, Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.

 Bagimu, Agamamu dan Bagiku Agamaku

Kira-kira kita mencoba untuk memaknai ayat tersebut seperti ini Wahai anak manusia yang berasal dari manapun dirimu baik itu dari Agama Islam, Kristiani baik itu Katholik maupun Protestan, Hindu, Buddha dan Kong Hucu, Kami bahwasanya telah menciptakan kamu sekalian dari seorang laki-laki yaitu Adam dan seorang perempuan yaitu Hawa (Eve), setelah itu Kami jadikan kamu sekalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, tidak lain agar kamu masing-masing dapat saling mengenal satu sama lain. Inilah yang saya alami ketika menghayati ayat ini, bahkan Tuhan sendiri menghendaki adanya perbedaan, mengapa kita sebagai ciptaan-Nya merasa resah dengan perbedaan?

Di dalam konteks Bagimu, Agamamu dan Bagiku Agamaku serta merta Tuhan ingin menjelaskan bahwa Tuhan pun memberikan kita kesadaran bahwa kita hidup tidak berdasarkan realitas yang satu saja, tetapi ada banyak realitas yang sering kita jumpai, dan itulah yang kita sebut Pluralisme. Komaruddin Hidayat di dalam Youtube Channel-nya berbicara tentang Al-Kafiirun ayat 6 beliau mengungkapkan :

Di dalam Al-Quran disebutkan Lakum Dinukum Waliyadin, Bagimu Agamamu dan Bagiku Agamaku. Tapi perbedaan Agama tidak berarti harus menimbulkan permusuhan. Di masa Rasulullah, di Madinah dulu dikenal ada Piagam Madinah yaitu Rasulullah membuat kontrak sosial bersama warga Madinah sekalipun beda agama, bahkan mereka disebut sebagai umat yang sama, artinya apa? perbedaan Agama tidak berarti kita harus menciptakan satu segregasi sosial, semua agama mengajar persaudaraan insaniyah. Di Madinah, itu dibuktikan, diwujudkan dan dicontohkan oleh Rasulullah. 

Artinya meskipun diantara kita memang memiliki perbedaan agama, tetapi tidak membuat kita saling bersitegang dan justru semakin menyadarkan kita bahwa sesuatu yang berbeda adalah keunikan dan sama-sama untuk memelihara perbedaan yang ada.[]

Share this content:

Post Comment