Tragedi : Sebagai Ratapan, Pengingat atau Penyemangat?
Di Kalimantan Barat, setiap tanggal 28 Juni sudah banyak yang mengetahui akan peristiwa ini yaitu Tragedi Mandor Berdarah yang di sebabkan oleh Kolonial Jepang. Betapa mengerikan saat itu ketika golongan-golongan intelektual dalam satu generasi di genosida oleh tentara Jepang yang berada di Mandor. Betapa pilu, hati keluarganya yang menjadi korban atas genosida tersebut. Terlebih lagi, kegiatan Romusha pada masa itu masih ada sebelum kemerdekaan Indonesia yang di tetapkan pada 17 Agustus 1945.
Di saat yang sama, saya sempat mengajukan pertanyaan yang cukup mendasar, apakah peristiwa yang seperti ini akan selamanya kita ratapi? Di satu sisi, tragedi memanglah melahirkan sebuah ratapan bagi manusia. Di sisi yang lain, tragedi mengajarkan kita akan banyak hal seperti menghilangkan arogansi di dalam hidup, bahwa manusia sendiri juga tidak berdaya, serta tragedi juga bisa membuat kita yang awalnya tidak mengenal menjadi mengenal. Iya, itulah Sejarah.
Jika kita menganggap Tragedi Mandor hanya sekadar ratapan begitu saja, maka itu adalah bentuk kekeliruan. Seakan-akan tragedi tersebut menjadi sekadar fatalisme, padahal dari Tragedi tersebut banyak sekali mengajarkan sesuatu yang berharga, seperti kehilangan satu generasi intelektual pada masanya. Hal tersebut mengajarkan kita untuk senantiasa menjaga generasi intelektual kita agar mereka menjadi bagian dari masa depan Indonesia.
Seperti yang saya ungkapkan Tragedi tidak hanya ditanggapi dengan kesedihan yang bersifat historis. Setidaknya tragedi tersebut merupakan bagian dari Pendidikan, yang makna awalnya adalah memanusiakan manusia. Maka dari itu, sekarang ini, kita tidak boleh anggap enteng, apalagi meratapi kepedihan yang terlalu dalam mengenai tragedi tersebut. Akan tetapi, kita sebagai manusia, sepantasnya untuk selalu mempromosikan kedamaian.
Disadari atau tidak, Negara yang kita cintai ini lebih banyak mengalami tragedi bila dibandingkan dengan keberhasilan. Tidak hanya negara Indonesia, begitu juga dengan Negara lain, pastinya mereka memiliki tragedi tersendiri, seperti Holocaust yang dianggap bagian dari tragedi. Kita memang tidak bisa mengelak dari sejarah mengenai tragedi tersebut, namun yang bisa kita lakukan adalah mengubah masa depan, dan tidak lagi mengulangi sejarah yang sama.
Disatu sisi, Tragedi bisa menjadi Penyemangat bagi orang-orang yang mengalaminya, paling tidak ia semakin sadar bahwa dirinya tidak bisa mengelak dari apa yang menjadi image belakangnya, tetapi ia bisa berpeluang besar untuk mengubah masa depannya. Tanpa terlepas dari itu, boleh jadi di Kecamatan Mandor, Kalimantan Barat akan banyak sekali melahirkan intelektual-intelektual baik di masa kini maupun masa depan. Karena peran dari tragedi tersebut menjadi penguat karena mendapat perhatian secara weltanschauung.Â
Oleh karena itu, bagi saya Tragedi tidak hanya sekadar ratapan, akan tetapi sebagai kekuatan untuk bangkit dari keterburukan. Mungkin sejarah masa lalu tidak bisa kita ubah, namun setidaknya dengan mengubah masa depan, setidaknya membuat tokoh-tokoh Intelektual Mandor pada masa tragedi tersebut akan bangga karena melihat gerakan Renaisans (Kebangkitan) Intelektual yang ada di daerah kelahirannya, dan juga untuk secara umumnya bagi masyarakat Kalimantan Barat.[]
Share this content:
Post Comment