Loading Now

Imam Ghazali dan Ibnu Rusyd : Berbeda, Tanpa Saling Menjatuhkan

Walaupun Imam Al Ghazali pernah membuat sebuah pernyataan yang menggemparkan berkaitan dengan Filsafat di dalam bukunya yang berjudul Tahafut Al Falasifah. Tetapi yang membuat kita bertanya-tanya apakah Al Ghazali sepenuhnya menolak Filsafat? Memang benar, hal ini menjadi sebuah pertanyaan yang sangat serius apalagi karya tersebut di beri nama Kerancuan Para Filsuf (walaupun ada yang memberikan judul dengan sebutan Kerancuan Filsafat).
Padahal Imam Al Ghazali sendiri pernah merasakan betul akan Filsafat yang membuat namanya menjadi tenar karena argumen-argumennya tidak mampu untuk di tandingi. Namun, bukan berarti Imam Ghazali ini menolak seutuhnya Filsafat, dan ternyata beliau masih menerima konsep logika, dan mengkritik argumen Metafisika para filsuf sebelumnya, entah itu tentang keabadian objek ataupun konsep yang transedental.
Pengalamannya Imam Ghazali sama seperti yang di alami oleh St. Thomas Aquinas dalam berfilsafat makanya tidak heran keduanya memiliki pengalaman berfilsafat yang cukup mirip tetapi keduanya memiliki orisinalitas pikiran yang dipengaruhi oleh Kitab Suci mereka sendiri. Imam Ghazali sendiri memang tidak pernah menjelekkan orang-orang yang berseberangan pemikirannya dengan dia, ia hanya memberikan kritik terhadap pikiran orang bukan untuk menghabisi secara psikologis. Tidak heran, beliau pada saat itu dihormati betul semasa hidupnya.
Meskipun Tahafut Al Falasifah lahir terlebih dahulu atas dasar kritik terhadap filsuf-filsuf terdahulu, namun di masa setelahnya, karya tersebut mendapat respon yang sangat bersemangat dari Ibnu Rusyd, bahkan membuat karya tandingan yang berjudul Tahafut At Tahafut yang berisikan tentang pembelaan Ibnu Rusyd terhadap filsafat. Walaupun sebenarnya Ibnu Rusyd bisa saja menulis karya tersebut dengan sebutan Tahafut Al Ghazali, tetapi beliau lebih memilih untuk menggunakan nama dari karya Al Ghazali untuk bahan pembelaan tersebut. 
Ternyata ada banyak sekali hikmah yang diambil oleh kedua tokoh tersebut, sambil membuat kita berpikir akan perbedaan pendapat yang diungkapkan oleh Nabi adalah sebuah rahmat. Baik Al Ghazali maupun Ibnu Rusyd, tidak pernah menyerang person, melainkan yang ia kritik adalah pemikiran dari selainnya. Mereka tetap menerima pemikiran-pemikiran yang ada di zaman mereka masing-masing, tetapi mereka juga melakukan pujian dan kritik yang berimbang. Maka dari itu, mengkritik bukan berarti menjatuhkan seseorang, namun melainkan memberikan penilaian atas pemikiran baik itu sederhana maupun yang terkesan berat, Semoga kita bisa belajar dari kedua pemikir Islam tersebut.[]

Share this content:

5 comments

comments user
Anonymous

Semoga kita bisa menjadi manusia yang tetap memiliki pemikiran baik dan tidak saling menjatuhkan. Thanks sudah sharing yaa

comments user
Anonymous

Iya,, bijaknya saat berbeda pendapat adalah tidak serta-merta menyalahkan org lain… bbrp yg berbeda ternyata punya pegangan/dalilnya sendiri. Mgkin ada hal yg mesti berfikir secara kontekstual ya

comments user
Anonymous

Bisa menerima kritik juga berpengaruh terhadap perkembangan diri kita sendiri

comments user
Anonymous

benar banget, kritik khusus pemikirannya bukan pribadi atau fisiknya

comments user
Anonymous

senada dengan prinsip yang harus kita pegang, “Banyaknya ilmu yg bermanfaat itu akan semakin membuat manusia bijaksana, bukan malah sebaliknya.” Terimakasih kisah menariknya..

Post Comment