Loading Now

Renungan Pembelajaran Di Masa Pandemi

81dbb-banner2bblog2bfix2b252842529 Renungan Pembelajaran Di Masa Pandemi
Pendahuluan
Bagi yang sekarang ini merasakan pembelajaran yang serba Online dan terkadang serba membosankan bahkan cenderung membuat semua orang yang mengalami hal tersebut merasakan depresi yang begitu berat. Masa ini seakan-akan kita telah berperang untuk mendapatkan kebebasan yang berarti di masa sekarang ini. Jika dahulu, umat manusia berperang untuk mendapatkan kekuasaan dengan melanggengkan perang suci Agama sebagai tujuan utama, terbalik dengan dunia sekarang ini yang lebih menekankan sains. Dua keadaan yang relatif sama namun berbeda alat yang digunakan.
Walaupun terkadang masih banyak orang yang sampai saat ini mencari tahu mengapa dunia sedang berada di fase ujian yang begitu berat. Bahkan dunia seakan-akan berhenti berputar dan berbagai sektor, salah satunya pendidikan. Kondisi ini mengingatkan saya dengan istilah Francis Fukuyama dengan sebutan The Great Disruption. Jika di dalam konteks yang diungkapkan oleh Fukuyama adalah konteks Sosial Ekonomi, sedangkan di dunia pendidikan sendiri gangguan terbesar di masa sekarang ini adalah minimnys peran kedua belah pihak dalam memelihara peserta didik yang semestinya dengan menggunakan teknologi daring akan semakin mempermudah orang tua maupun guru, tapi mereka juga tidak sadar dengan kehadiran teknologi juga membuat anak-anak semakin jauh dari Pendidikan itu sendiri.
Studi kasus yang saya amati sekarang ini tentang pembelajaran daring yang membuat banyak peserta didik mulai merasakan malas untuk mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh gurunya. Namun sisi yang lain guru seakan-akan membombardir tugas, yang pada akhirnya menjadi bom waktu bagi peserta didik itu sendiri. Dengan alasan yang berbagai ragam, ada yang menjadikan tugas sebagai latihan lalu ada juga yang menjadikan tugas agar peserta didik tidak malas-malasan belajar. Pertanyaan sekarang adalah apa itu belajar? Apakah dengan mengerjakan tugas dapat mengurangi rasa malas? Dan apakah dengan label belajar hanya didapatkan saat Pendidikan Formal saja?
Baik guru maupun peserta didik memang memiliki privasi masing-masing dalam menentukan skala prioritas dalam pendidikan. Bukankah Kompetensi Inti yang kita pelajari saat ini ada 4 (Religius, Sosial, Kognitif dan Keterampilan) bukan hanya satu yaitu Pengetahuan (Kognitif)? Jadi pada dasarnya kita semua adalah manusia yang selalu berproses saling belajar, dan yang paling penting adalah proses saling mengerti. Sejatinya, baik peserta didik maupun guru selalu mendapatkan pembelajaran yang tidak pernah mereka duga yaitu Pendidikan Luar Sekolah. 
Memaknai Belajar yang Bermakna Di Era Pandemi

Jika kita bertanya tentang makna belajar di masa Pandemi saat ini, maka akan menimbulkan ungkapan yang berbeda-beda. Dalam pandangan Ausubel yang mencoba untuk memaknai belajar tidak hanya sebatas pengetahuan semata melainkan pembelajaran yang sarat nilai kemanusiaan. Berbeda dengan realitas yang kita hadapi saat ini seakan-akan belajar menjadi sebatas stereotipe bahwasanya yang bersekolah yang berpendidikan.
Lalu bagaimana dengan pemulung yang setiap harinya mereka tidak belajar dalam konteks sekolah namun ia langsung merasakan kehidupan yang sangat pahit dan derita yang tiada henti? Setidaknya pandemi membuka mata kita bukan dengan bersekolah kita dapat disebut sebagai berpendidikan, tetapi sering kali dengan orang yang selalu memaknai hidup dan sadar akan dirinya sering kali menjadi pembelajar yang ulung di masa yang akan datang.
Bahkan nilai bermakna di sekolah seakan-akan sudah padam karena motivasi murid untuk belajar sudah dianggap redup dan padam karena kebiasaan sekarang ini hanya lebih bermain gadget ketimbang belajar. Meskipun kita mesti akui, bahwa Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis data hasil survei yang dilakukan pada rentang waktu 5-8 Agustus 2020 terkait pendidikan online di masa pandemi Covid-19. Hasil survei tersebut menunjukkan, 92% peserta didik mengalami banyak masalah dalam mengikuti pembelajaran daring selama pandemi corona merebak.

Untuk hal tersebut perlunya motivasi yang sangat intens dalam mengembalikan semangat belajar yang semakin lama semakin memudar. Sering kali, guru memotivasi murid hanya sekadar nilai, imbalan, disiplin dan hukuman, yang terjadi mereka hanya terpaku dalam hal itu saja, ada yang mengejar nilai, takut hukuman dan lain sebagainya. Belum lagi di masa pandemi yang sangat membagongkan ini yang memaksakan kita untuk belajar yang tidak menyenangkan.[]


Referensi

Firdaus Achmad. 2008. Memahami ‘Ada’ Melalui ‘Ketiadaan’. Pontianak : STAIN Press.
Francis Fukuyama. 2016. The Great Disruption : Hakikat Manusia dan Rekonstruksi Tatanan Sosial (edisi terjemahan). Yogyakarta : Penerbit Qalam.
Saleh Marzuki. 2010. Pendidikan Non Formal : Dimensi dalam Keaksaraan Fungsional, Pelatihan dan Andragogi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Karen Armstrong. 2013. Perang Suci : Kisah Detail Perang Salib, Akar Munculnya dan Dampaknya Terhadap Zaman Sekarang. Jakarta : PT Serambi Ilmu Semesta.
Michel Foucault. 1995. Discipline and Punish. New York : Vintage Book.
Seto Mulyadi, A. M. Heru Basuki & Wahyu Rahardjo. 2017. Psikologi Pendidikan : Dengan Pendekatan Teori-Teori Baru Dalam Psikologi. Depok : Rajawali Press.
Veithzal Rivai & Sylviana Murni. 2012. Education Management : Analisis dan Teori Praktik. Jakarta : Rajawali Press.

Share this content:

Post Comment