Loading Now

Pembelajaran Daring : Sebuah Realitas Atau Hiperrealitas?

Pendahuluan

Kita mungkin telah terbiasa dengan bentuk realitas pembelajaran yang sering kali kita lakukan dengan istilah pembelajaran tatap muka. Apalagi di masa pandemi yang memaksakan kita untuk serba teknologi dan kita dipaksa pula untuk mempelajari teknologi. Apalagi kita sudah berada di fase Revolusi Industri 4.0 yang menurut sebagian teori merupakan bagian kelanjutan dari Revolusi Industri 3.0. Perubahan besar menyelimuti dunia teknologi yang salah satunya terkait pembelajaran online.

Pembelajaran Online menjadi kebutuhan yang dipaksakan untuk dihadirkan karena situasi yang sangat tidak menguntungkan, apalagi saat ini kita masih berhadapan dengan wabah Virus Corona yang saat ini belum selesai. Pembelajaran yang biasanya dilakukan dengan cara tatap muka secara serentak dilakukan dengan cara daring. Secara kebudayaan globalisasi juga mempengaruhi khususnya penggunaan Internet. Proses ini ditandai dengan konsumsi umum budaya yang telah disebarkan oleh Internet, media budaya populer, dan perjalanan internasional. Ini telah menambah proses pertukaran komoditas dan kolonisasi yang memiliki sejarah lebih panjang membawa makna budaya di seluruh dunia. Sirkulasi budaya memungkinkan individu untuk mengambil bagian dalam hubungan sosial yang luas yang melintasi batas-batas nasional dan regional. Penciptaan dan perluasan hubungan sosial semacam itu tidak hanya diamati pada tataran material. Globalisasi budaya melibatkan pembentukan norma dan pengetahuan bersama yang dengannya orang mengasosiasikan identitas budaya individu dan kolektif mereka. Ini membawa peningkatan keterkaitan antara populasi dan budaya yang berbeda. (Manfred B. Steger and Paul James, ‘Ideologies of Globalism’, in Paul James and Manfred B. Steger, eds, Globalization and Culture: Vol. 4, Ideologies of Globalism Archived 8 November 2017)   

Pembelajaran Daring Sebagai Realitas Globalisasi

Globalisasi telah memasuki era baru yang bernama Revolusi Industri 4.0. Klaus (Shwab, 2016) melalui The Fourth Industrial Revolution menyatakan bahwa dunia telah mengalami empat tahapanrevolusi, yaitu: 1) Revolusi Industri 1.0 terjadi pada abad ke 18 melalui penemuan mesin uap, sehingga memungkinkan barang dapat diproduksi secara masal, 2) Revolusi Industri 2.0 terjadi pada abad ke 19-20 melalui penggunaan listrik yang membuat biaya produksi menjadi murah, 3) Revolusi Industri 3.0 terjadi pada sekitar tahun 1970an melalui penggunaan komputerisasi, dan 4) Revolusi Industri 4.0 sendiri terjadi pada sekitar tahun 2010an melalui rekayasa intelegensia dan internet of thing sebagai tulang punggung pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin.

Pembelajaran Daring : Sebuah Realitas?

Pembelajaran daring merupakan sistem pembelajaran yang dilakukan dengan tidak bertatap muka langsung, tetapi menggunakan platform yang dapat membantu proses belajar mengajar yang dilakukan meskipun jarak jauh. Tujuan dari adanya pembelajaran daring ialah memberikan layanan pembelajaran bermutu dalam jaringan yang bersifat masif dan terbuka untuk menjangkau peminat ruang belajar agar lebih banyak dan lebih luas (Sofyana & Abdul, 2019:82). Secara massif pendidikan berbasis virtual menjadi solusi yang seakan-akan “mau tidak mau” sudah menerapkan pembelajaran tersebut.

Pendidikan secara virtual dan terbuka telah menyaksikan pertumbuhan luar biasa di seluruh dunia pada abad ke-21. Ini naik begitu cepatdan telah menjadi bagian mendasar dari arus utama sistem pendidikan, baik di negara berkembang maupun negara maju Virtualdan Pembelajaran terbuka telah dipermudah dengan perkembangan komputer dan internet yang cepat. Lebih dari itu, telah menimbulkanuniversitas virtual dimana semua pembelajaran berlangsung secara online. Saat ini, ada banyak lembaga swasta dan publik yangmenawarkan pendidikan virtual dan terbuka dari tingkat sertifikat hingga tingkat doktoral. Pembelajaran Virtual dan Terbuka telah hadirtransendensi selama lebih dari 100 tahun meskipun telah diidentifikasi sebagai istilah baru. Keegan (2013) menegaskan bahwa itu dimulai pada apa yang awalnya disebut sebagai pendidikan korespondensi yang dimulai di Eropa.

Secara realitas di Indonesia telah menunjukkan perbedaan yang mendasar terkait pembelajaran online, walaupun seperti Universitas Terbuka sudah terlebih dahulu menggunakan pembelajaran daring yang saat itu bermaksud untuk memudahkan mahasiswa agar tidak repot-repot untuk datang ke kampus. Maka dari itu, mahasiswanya sangat banyak sekali. Contoh lainnya yaitu University Of The People yang menerapkan pembelajaran secara daring dan jumlahnya hingga saat ini mencapai 75.390 mahasiswa. Namun semenjak pandemi Covid-19 melanda, pembelajaran daring tidak hanya membatasi aktivitas yang ada di sekolah/ interaksi di sekolah tetapi menjadi bagian dari interaksi kesehatan. Adanya penerapan protokol kesehatan menjadi sebuah alasan mengapa pembelajaran di sekolah maupun kampus harus dilakukan secara daring. 

Pembelajaran Daring : Sebuah Hiperrealitas?

Filsuf Prancis Jean Baudrillard adalah tokoh yang memperkenal tentang Hiperrealitas, menurutnya hiperrealitas sebagai “pembuatan model-model nyata tanpa asal atau realitas”(Baudrillard, Jean  :1994), dalam definisi tersebut Baudrillard memperkenalkan realitas yang dianggap sebagai sesuatu yang dibuat jikalau dalam konteks ini adalah realitas yang dibuat nyata, yang kita ketahui sekarang ini teknologi bernama Virtual Reality dengan memasukkan kesadaran kita untuk memasuki realitas yang baru yaitu dunia game.

Hiperrealitas, dalam semiotika dan postmodernisme, adalah ketidakmampuan kesadaran untuk membedakan realitas dari simulasi realitas, terutama dalam masyarakat postmodern yang berteknologi maju. (Baofu, Peter : 2009). Hyperreality dilihat sebagai suatu kondisi di mana apa yang nyata dan apa yang fiksi dicampur bersama-sama dengan mulus sehingga tidak ada perbedaan yang jelas antara di mana yang satu berakhir dan yang lain dimulai. (Tiffin, John; Nobuyoshi Terashima : 2005) Hal ini memungkinkan penggabungan realitas fisik dengan realitas virtual (VR) dan kecerdasan manusia dengan kecerdasan buatan (AI). (Tiffin, John; Nobuyoshi Terashima : 2005)

Baudrillard percaya hiperrealitas lebih dari sekadar membingungkan atau memadukan yang ‘nyata’ dengan simbol yang mewakilinya; itu melibatkan pembuatan simbol atau seperangkat penanda yang mewakili sesuatu yang sebenarnya tidak ada, seperti Sinterklas. Baudrillard meminjam, dari “On Exactitude in Science” karya Jorge Luis Borges (sudah dipinjam dari Lewis Carroll), contoh masyarakat yang kartografernya membuat peta yang sangat detail sehingga mencakup hal-hal yang dirancang untuk diwakilinya. Ketika kekaisaran menurun, peta memudar ke lanskap.  (Encabo, Enrique 2018).

Dalam karyanya Simulacra and Simulation, Baudrillard berpendapat bahwa “dunia imajiner” Disneyland menarik orang-orang di dalamnya dan telah disajikan sebagai “imajiner” untuk membuat orang percaya bahwa semua lingkungannya adalah “nyata”. Tapi dia percaya bahwa daerah Los Angeles tidak nyata; jadi itu hiperreal. Disneyland adalah seperangkat alat yang mencoba membawa imajinasi dan fiksi ke apa yang disebut “nyata”. Ini menyangkut nilai-nilai Amerika dan cara hidup dalam arti dan “menyembunyikan fakta bahwa yang nyata tidak lagi nyata, dan dengan demikian menyelamatkan prinsip realitas.” (Baudrillard, Jean  :1998)

Sedangkan di dalam pembelajaran daring adalah mahasiswa yang dianggap real atau mungkin saja itu bukanlah Si Siswa tersebut melainkan orang lain, karena kita memasuki dunia maya yang kita tidak bisa ketahui seutuhnya. Bukankah ini akan melahirkan kejahatan yang baru di satu sisi, karena akan memanfaatkan joki sebagai realitas siswa yang tidak terlihat sedangkan dunia maya setiap orang bisa saja mejadi yang lain. Dengan begitu, pembelajaran daring memiliki dua realitas yang berbeda yaitu realitas yang melahirkan inovasi belajar tapi sisi lain melahirkan kejahatan yang baru.[]       

Referensi

Baudrillard, Jean (1994). Simulacra & Simulation (PDF). The Precession of Simulacra: University of Michigan Press.

—————————–.”Simulacra and Simulations,” in Selected Writings, Mark Poster, ed. Stanford: Stanford University Press, 1988 

Baofu, Peter (2009). The Future of Post-Human Mass Media: A Preface to a New Theory of Communication. Newcastle upon Tyne: Cambridge Scholars Publishing.

Encabo, Enrique (2018). Sound in Motion: Cinema, Videogames, Technology and Audiences. Newcastle upon Tyne: Cambridge Scholars Publishing.

Manfred B. Steger and Paul James, ‘Ideologies of Globalism’, in Paul James and Manfred B. Steger, eds, Globalization and Culture: Vol. 4, Ideologies of Globalism Archived 8 November 2017 at the Wayback Machine, Sage Publications, London, 2010. Inda, Jonathan; Rosaldo, Renato (2002). “Introduction: A World in Motion”. The Anthropology of Globalization. Wiley-Blackwell.

Moses Mwangi Macharia & Norbert Ogeta . 2019. Influence of Virtual and Open Learning on Private Demand for Education: A Case of Kenyatta University, Kenya. Volume 8 Issue 12, Hlm 146-155

Sofyana & Abdul. 2019. Pembelajaran Daring Kombinasi Berbasis Whatsapp Pada Kelas Karyawan Prodi Teknik Informatika Universitas PGRI Madiun. Jurnal Nasional Pendidikan Teknik Informatika. Volume 8 Nomor 1, Hlm. 81-86.

Shwab, K. (2016). The Fourth Industrial Revolution. New York: Crown Business.

Tiffin, John; Nobuyoshi Terashima (2005). “Paradigm For The Third Millennium”. Hyperreality:

Share this content:

Post Comment