Loading Now

Mengapa Saya Mesti Bunuh Diri?

 

20200902_200641_0000 Mengapa Saya Mesti Bunuh Diri?
Sumber Gambar : Canva
Dahulu, saya punya pengalaman yang begitu pahit untuk menjalani kehidupan dunia yang begitu banyak akan penderitaan ini. Setidaknya, saya sudah melakukan percobaan bunuh diri sebanyak lima kali (dua kali berturut-turut saat SMP) dan tiga kali di masa kuliah (di masa down kehilangan ayah saya dan saat mengerjakan Skripsi dan pada saat tidak ada yang membantu untuk Mata Kuliah Statistik). Uniknya, saat saya masih SMP dikala itu saya ingin bunuh diri hanya karena tidak tahan dengan suasana SMP yang masih sarat akan bullying, ketika di perkuliahan saya ingin bunuh diri hanya karena tidak ada yang memperdulikan saya baik secara manusiawi maupun sebagai teman kampus.
Bagi saya keinginan Bunuh diri saat itu sudah menjadi makanan dan rencana yang sangat sistematis, bahkan ingin menjauh dari masyarakat sekitar. Ada benarnya pula Albert Camus mengungkapkan “Haruskah saya bunuh diri atau menikmati Kopi di pagi hari?” Ungkapan tersebut menjadi sebuah bagian dari hidup saya. Bahkan, pada saat itu saya setiap hari berdoa agar diberikan kematian yang cepat jika dibandingkan dengan teman-teman saya. Karena bagi saya sendiri, apa yang ingin saya lakukan hanya akan sia-sia saja.
Situasi seperti ini dipaksakan lagi dengan kondisi yang sangat memaksakan saya untuk menjadi manusia yang dipaksa sempurna. Padahal, saya memang dari awal sudah dianggap tidak sempurna oleh stereotipe maupun keadaan fisik. Di satu sisi, saya adalah manusia yang paling bebal di dunia ini jika diikuti oleh stereotipe. Maksudnya adalah, jika predikat kepintaran hanya di dapatkan bagi orang yang menguasai Matematika, maka dari itu saya adalah orang yang paling bodoh. Pengalaman pribadi saya saat itu memang pernah dikatakan Bodoh oleh seorang guru Matematika dan hal tersebut yang membuat saya ingin bunuh diri.
Meskipun berakhir gagal, dan ditolong oleh teman saya yang pada akhirnya ia celaka dengan menghentikan pisau yang ada di depan dada saya, dan menerima sebuah omelan yang masih saya ingat sampai sekarang “Kau pikir dengan bunuh diri dapat menyelesaikan masalah? Kalau kamu ingin menguasai Filsafat, maka kamu harus bertahan apapun itu, sekalipun gurumu hanya bisa mengatakan bodoh, goblok dan tolol.” Bagaimanapun kalimatnya sudah menyelamatkan saya, dan saya saat itu berterima kasih kepada Tuhan, kemudian kepada dirinya.
Meskipun sudah lama saya membuang niat bunuh diri saya yang begitu lama, keinginan tersebut justru hadir lagi saat bangku perkuliahan. Ketika dahulunya banyak yang teriak kebersamaan, lalu hilang pada saat sudah selesai dan tidak mau tahu apa nasib yang ada pada temannya. Saya saat itu hanya bisa menangis, sejadi-jadinya karena pada akhirnya kuliah hanya melahirkan sebuah tragedi ajang saling meninggalkan teman satu yang lain. Sangat saktinya adalah ketika seseorang yang kita bantu, pada akhirnya akan meninggalkan kita dan tidak mau tahu dengan kondisi temannya. 
Setelah saya pelajari, memang benar kuliah hanya akan melahirkan individualisme dan sarat akan pengkhianatan. Lalu, saya mengambil langkah lagi untuk membunuh diri saya sendiri dengan menusukkan pisau ke jantung saya, sambil menangis dan teringat orang tua saya yang begitu berkorban untuk kehidupan saya, dan pribadi ini hanya menjadi beban bagi ibu saya, dan juga keluarga. Akan tetapi, keinginan bunuh diri saya tidak jadi lagi karena teringat akan wajah ibu saya yang begitu menyanyangi saya.
Setidaknya saya mengungkapkan keinginan bunuh diri bukan atas karena ingin bunuh diri, melainkan sebagai ungkapan kekecewaan, pesimis dan tidak berdaya saya ketika melihat keadaan yang sepertinya memaksakan kita untuk menutupi kekurangan kita dan hal tersebut membuat diri menjadi semakin insecure saat itu. Meskipun bunuh diri adalah hal yang tabu untuk dibicarakan, akan tetapi kita mesti peduli dengan orang tersebut dan mungkin saja ia sedang membutuhkan bantuan secara moral dan dukungan yang begitu berarti dari orang-orang terdekatnya, bukan malah dijauhkan layaknya alien ataupun orang aneh.[]

Share this content:

Post Comment