Halal Bi Halal : Sebuah Makna Filosofis
Pendahuluan
Setelah sekian lama, saat kita dilanda Pandemi yang begitu membuat gentar dunia dan membuat perubahan yang sangat signifikan dari aktivitias di luar menjadi di dalam rumah1, termasuk di Indonesia. Sebagai imbasnya, interaksi sosial dengan menerapkan Social Distancing2 dalam penerapan tradisi Halal bi Halal telah dilakukan secara online untuk memprediksi penyebaran virus Corona. Kegiatan ini merupakan hal yang baru bagi Islam di Indonesia3. Akibatnya, interaksi berubah dari offline ke online. Namun, pada pertengahan tahun 2022, setelah diizinkannya kembali beraktivitas tidak menggunakan lagi masker. Acara Halal Bi Halal sudah dapat dilaksanakan secara luring (Offline). Hal ini disambut suka cita oleh sebagian besar umat Muslim di Indonesia. Dengan adanya pelonggaran ini, sepertinya diharapkan agar dapat menyambung Tali Silaturrahim dan memperkuat persaudaraaan baik antar komunitas, keluarga, circle pertemanan dan lain sebagainya.
Halal Bi Halal
Boleh dikatakan, Tradisi Halal Bi Halal merupakan salah satu tradisi yang berkembang dalam masyarakat Islam Indonesia4. Tradisi ini biasanya berlangsung tepat pada bulan Syawal, setelah Lebaran. Halal Tradisi Halal merupakan kegiatan tahunan yang bertujuan untuk membangun persahabatan dengan saling memaafkan. Dengan adanya Halal Bi Halal ini, setidaknya kita akan teringat dengan sesuatu yang disebut kesalahan. Barang kali kita melakukan kesalahan dengan seseorang baik secara disengaja maupun tidak disengaja. Maka dalam hal inilah kita baik sebagai mempunyai kesalahan ataupun yang tidak memiliki kesalahan diminta untuk memakluminya sebagai insan yang selalu khilaf dan berusaha untuk melupakan segala kesalahannya. Anda juga perlu mengetahui sejarah Halal Bi Halal agar menjadi tradisi yang selalu dipraktikkan masyarakat Indonesia. Halal Bi Halal pertama kali diciptakan oleh KH Wahab Chasbullah pada tahun 1946 . Saat itu, Indonesia diketahui sedang mengalami disintegrasi negara.
Bagi sebagian masyarakat Indonesia, merayakan Idul Fitri setelah berpuasa bersama keluarga besar. Hari raya Idul Fitri ini memiliki tradisi yang mapan, Halal Bihalal adalah momen yang tepat untuk tetap berhubungan dan saling meminta maaf. Halal Halal juga dianggap sebagai tempat komunikasi yang produktif antar wilayah yang berbeda di negara ini, dengan partisipasi kelompok warga yang berbeda agama, ras dan etnis, terbentuk dengan gembira dan secara seremonial. Nuansa religi, kekeluargaan, dan suasana halal dan bihalal yang terbuka dan terbuka memastikan setiap orang yang hadir tidak terbebani secara psikologis. Dengan begitu, komunikasi yang sehat dapat terjalin dengan baik. Sebagai imbalannya, muncul keinginan untuk saling membantu dan mendidik, yang pada akhirnya berdampak positif bagi keberlangsungan hubungan mereka dalam masyarakat dan terciptanya sikap multidimensi terhadap agama lain.5
Makna Filosofis Halal Bi Halal
Tidak diragukan lagi, Tradisi Halal Bi Halal menjadi The Origins Tradition di Indonesia karena yang memperkenalkannya adalah Kyai Nahdhatul Ulama yaitu KH. Wahab Chasbullah dengan latar belakang kenegaraan. Walaupun dalam konteks sejarahnya demikian, tetapi bisa dikatakan tradisi Halal Bi Halal sudah memiliki konteks yang berbeda namun esensi dari pelaksanaannya sama. Secara filosofis, jikalau kita perhatikan dari pelaksanaannya bahwa kita akan saling maaf-maafan. Kita bisa katakan bahwa setiap manusia yang ada di bumi ini pasti memiliki kesalahan baik itu sedikit. Ibarat pakaian kotor, kita lebih mirip dengan baju yang kotor lalu media untuk membersihkannya adalah dengan deterjen. pakaian kotornya adalah kita sebagai manusia, lalu memaafkan bisa diibaratkan sebagai deterjen tersebut.
Penutup
Sebagai penutup dan pembuka bagi tulisan-tulisan yang lainnya, tulisan mengenai Halal Bi Halal ini setidaknya menjadi langkah awal untuk menjadi pribadi yang baik dengan saling memaklumi dan memaafkan. Lebih lanjut, kita memanfaatkan pelonggaran ini dengan sebaik-baiknya untuk bertemu dengan teman, kelaurga untuk saling maaf-memaafkan.
Referensi
[1] Schellhammer, Barbara (2020). “Social Distancing”? Eine leibphänomenologische Studie über Nähe und Distanz in Ausnahmesituationen. Zeitschrift Für Praktische Philosophie 7 (2):335-358.
[2] Wei, Maryann (2020). Social Distancing and Lockdown–An Introvert’s Paradise? An Empirical Investigation on the Association Between Introversion and the Psychological Impact of COVID19-Related Circumstantial Changes. Frontiers in Psychology 11.
[3] Napsiah, Napsiah, and Marfuah Sri Sanityastuti. “Perubahan Interaksi Sosial Acara Halal Bi Halal Pada Masa Pandemi Covid-19 Di FISHUM UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.” Fikrah 8.2 (2020): 295-310.
[4] Zulfikar, Eko. “Tradisi Halal Bihalal Dalam Perspektif Al-Qurânâ„¢ an Dan Hadis.” Jurnal Studi Al-Qur’an 14.2 (2018): 127-150.
[5] Qomar, Mujamil (2019). Islam nusantara: An Approach to Practice Islam. Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman 14 (1):181-208.
Share this content:
Post Comment