Loading Now

Realitas Kopi : Kantuk, Belajar dan Relativitas

 

Simple%2BWork%2BBlog%2BBanner%2B%25282%2529 Realitas Kopi : Kantuk, Belajar dan Relativitas

Sempat saya membaca salah satu twitter tentang Kopi, dan saya lupa siapa yang mengungkapkan itu, dia mengungkapkan bahwa ada sebagian orang yang meminum kopi tetapi ia tidak bisa merasakan efek dari kafein (pereda kantuk) alias masih saja ia merasakan kantuk. Bagi saya pibadi, untuk saat ini memang kopi tidak menjamin saya untuk bisa tidak tidur saat waktu malam, karena biasanya saya selalu minum kopi, dan membutuhkan kopi hitam tanpa gula maupun krim agar bisa membuat saya tidak ngantuk.

Sebenarnya secara tidak langsung, ketika kita melihat fenomena tersebut, pada akhirnya sains menjadi sesuatu yang relatif bukan lagi absolut. Kita tidak bisa melawan empirisme (pengalaman) manusia yang pernah meminum kopi tersebut, ada dua sisi kebenaran yang akan kita dapatkan yaitu orang yang tidak tidur saat setelah meminum kopi dan ada juga yang minum kopi tapi masih bisa tertidur. Hal itulah yang menjadi kebenaran yang tidak bisa rubah karena berdasarka pengalaman seseorang dalam meminum kopi.

Hal ini mengingatkan saya pada Praktek Pengalaman Lapangan mengajar di salah satu sekolah yang ada di Pontianak yaitu MAN 2 Pontianak. Pengalaman saya mengajar mungkin akan sama seperti yang lain, kita memberikan semacam stimulus (penjelasan) kepada murid namun dari stimulus tersebut penerimaan yang berbeda-beda dan memiliki cara pandang yang berbeda pula, bisa dikatakan satu pemaparan banyak pikiran. Dari awal, kita mencoba untuk saling belajar baik sebagai Guru maupun Murid, karena realitas mereka sendiri saja sudah berbeda tetapi sama-sama saling belajar.

Menariknya, ketika saya yang sudah terbiasa dengan ungkapan yang begitu berat dan terlalu tinggi, memang dipaksakan untuk memberikan semacam pemaparan yang sebisa mungkin memudahkan murid, dan saya akui itu. Perlahan, saya mencoba untuk mengungkapkan apa yang mereka anggap benar dan saya memberikan penjelasan agar mereka memahami apa maksudnya. Terkadang belajar bukan berbicara tentang hafal atau tidak, tetapi apakah kita benar-benar memahami dengan baik atau benar.

Postmodernisme memang mengajarkan kita bahwa kebenaran sejujurnya tidak bersifat sental (terpusat) tetapi ia merupakan realitas yang terbagi-bagi, setiap orang memiliki kebenarannya masing-masing, sama seperti di sekolah satu pemaparan berjuta ekspresi, sama seperti satu kopi berjuta interaksi di dalam diri manusia.[]

Sumber Rujukan :

  1. The Righteous Mind karya Jonathan Haidt
  2. Postmodernisme : Teori dan Aplikasi karya Akhyar Yusuf Lubis
  3. Being And Nothingness karya Jean Paul Sartre
  4. Eksistensi dan Humanisme karya Jean Paul Sartre
  5. Q-Time : Sebuah Esai dari Diari karya Amar Ma’ruf
  6. Psikologi Humanistik karya Helen Graham
  7. Pendidikan Yang Membebaskan karya Pablo Freire
  8. Filsafat Eksistensialisme karya Vincent Martin

Share this content:

Post Comment