Gerhana Matahari dalam Agama-Agama
Pendahuluan
Pada masa di mana orang-orang masih belum mengetahui perihal tentang perhitungan Gerhana Matahari, Thales dianggap sebagai orang pertama yang berhasil menentukan kapan terjadi Gerhana Matahari. Thales dapat menjelaskan bahwa gerhana matahari datang dalam tiga kelompok, yang kedua muncul 17 atau 18 bulan, dan yang ketiga 35 bulan, setelah yang pertama. Pada tahun-tahun setelah gerhana yang “diprediksi” pada 28 Mei 585 SM, pola yang tampak ini menghilang lagi, yang menjelaskan mengapa Thales berhasil “memprediksi” hanya satu gerhana (Couprie, 2004).
Ada yang unik dari perkembangan Ilmu Pengetahuan yang kita lihat saat ini, adanya gabungan antara ilmu-ilmu sains dengan ilmu kejiwaan (psikologi). Meskipun psikologi cenderung berfokus pada individu, paradigma telah muncul melihat orang dalam konteks, seperti psikologi sosial. Baru-baru ini, ini termasuk bidang yang memperhatikan konteks ekologis manusia, seperti ekopsikologi. Namun, sedikit yang telah dilakukan pada orientasi spasial, tentang bagaimana umat manusia memahami dirinya sendiri dalam hubungannya dengan Bumi (psikogeografi) atau alam semesta (psikokosmologi) (Lomas & Case, 2023).
Hal ini juga mengantarkan kepada kita tentang keterkaitan antara Gerhana Matahari dengan keagamaan dan juga sosial serta Humaniora. Meskipun demikian, dengan menggabungkan dua perspektif ilmu tersebut menjadi khazanah yang menarik untuk dibahas. Salah satunya, yang menjadi perbincangan yaitu tentang Gerhana Matahari yang terjadi pada 20 April 2023 ini. Gerhana adalah bukti nyata dari kehendak Tuhan, yang dapat diungkapkan baik dalam Islam maupun Sains bukti nyata dari kehendak Tuhan, yang dapat diungkapkan baik dalam Islam maupun Sains. bencana peristiwa merupakan manifestasi dari Keesaan dan Kebesaran Allah dan dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang bagi yang ingin berpartisipasi di dalamnya atau menerima pelajarannya. Bagi mereka yang ingin terlibat dalam i’tibar atau pembelajaran lain dari peristiwa ini, peristiwa bencana tersebut dapat meningkatkan kualitas hidup mereka . Ini menurut perspektif Islam yang ingin terlibat dalam i’tibar atau pembelajaran lain dari peristiwa ini, peristiwa perubahan itu dapat meningkatkan taraf hidup mereka. Ini menurut perspektif Islam. Ketika Bulan dan Matahari berdekatan, menyebabkan bulan menutup permukaan bulan. adanya Matahari, Bulan, dan Bumi pada satu garis lurus akan mengakibatkan terjadinya beberapa jenis gerusan seperti Gerhana Total Gerhana Cincin, atau bahkan Gerhana Sebagian (Zada et al., 2022).
Gerhana dalam Perspektif Islam
Dahulu di Zaman Nabi Muhammad Saw ada fenomena yang dikisahkan dalam sebuah riwayat yang mengungkapkan “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah bagian dari kekuasaan Allah. Gerhana bulan atau matahari terjadi bukan karena kematian atau kelahiran seseorang. Apabila kalian melihat gerhana, takbirlah, berdoalah kepada Allah, kerjakan shalat dan bersedekalah wahai umat Muhammad.”
Dalam khutbahnya ini, Rasulullah menegaskan bahwa gerhana bulan dan matahari tidak berkorelasi dengan kelahiran dan kematian individu. Gerhana matahari atau gerhana bulan terjadi sebagai akibat dari kekuasaan ketuhanan Allah SWT. Ungkapan ini disampaikan Rasul sebagai koreksi terhadap keyakinan masyarakat Arab pra-Islam bahwa gerhana melambangkan kematian dan kelahiran. Kebetulan ketika terjadi gerhana saat itu, anak Rasulullah, Ibrahim meninggal dunia. Ibrahim putra Rasulullah dari Marya Qibtiyyah.
Gerhana Matahari juga bisa diartikan sebagai peristiwa renungan akan kejadian yang Maha Dahsyat. Menurut Para Alim Ulama, peristiwa gerhana matahari menjadi peringatan akan adanya peristiwa penting yang akan terjadi di alam semesta. Momen ini memerlukan tabrakan antara benda langit, umumnya dikenal sebagai hari penghakiman.
Gerhana dalam Perspektif Kristen
Di dalam Agama Kristen memiliki pandangan tersendiri terkait dengan Gerhana Matahari hal ini bisa dijelaskan di dalam Kitab Yoel Bagian 2 : Ayat 30-32 dengan memiliki dua terjemahan yang berbeda antara lain :
Terjemahan Lama
Dan Aku akan mengadakan beberapa tanda ajaib di langit dan di atas bumi, darah dan api dan beberapa tiang asap. Maka matahari akan berubah menjadi gelap dan bumi pun menjadi darah dahulu dari pada datang hari Tuhan yang besar dan hebat itu! Maka akan jadi, bahwa barangsiapa yang akan menyebut nama Tuhan ia itu akan terpelihara; karena di atas bukit Sion dan di Yeruzalem orang akan dapat luput, setuju dengan firman Tuhan; demikianpun segala orang yang tinggal, yang akan dipanggil oleh Tuhan
Terjemahan Baru
Aku akan mengadakan mujizat-mujizat di langit dan di bumi: darah dan api dan gumpalan-gumpalan asap. Matahari akan berubah menjadi gelap gulita dan bulan menjadi darah sebelum datangnya hari TUHAN yang hebat dan dahsyat itu. Dan barangsiapa yang berseru kepada nama TUHAN akan diselamatkan, sebab di gunung Sion dan di Yerusalem akan ada keselamatan, seperti yang telah difirmankan TUHAN; dan setiap orang yang dipanggil TUHAN akan termasuk orang-orang yang terlepas
Gerhana dalam Perspektif Buddha
Di dalam Agama Buddha peristiwa Gerhana Matahari ini merupakan sesuatu yang disebut dengan Dhammaniyama. Doktrin Buddha Dharma menegaskan bahwa fenomena alam bekerja dengan sangat halus dan signifikan, mewujudkan Hukum Dharma atau Alam Semesta Spiritual yang harus ditafsirkan sebagai fenomena siklus tanpa henti yang menganugerahkan kehidupan kepada manusia dan semua makhluk hidup di dunia.
Terjadinya Gerhana Matahari atau Bulan total atau sebagian adalah peristiwa alam yang penting yang memerlukan kontemplasi, karena berfungsi sebagai bukti kekuasaan mutlak Tuhan, Pencipta yang mahakuasa yang mengatur hukum tunggal alam semesta. Dikatakan bahwa alam dianggap sebagai “Tubuh Kosmik Tuhan”, atau perwujudan ketuhanan di langit. Manusia terbatas untuk menghitung atau memprediksi waktu kejadian hingga menit atau detik, tetapi secara inheren tidak mampu memahami sepenuhnya seluk-beluk yang mendasari semua fenomena dan peristiwa unik ini. Ini diakreditasi oleh Hukum Keberadaan, yang menyatakan bahwa peristiwa dan fenomena sangat terkait dengan konsekuensi karma kehidupan manusia dan makhluk hidup. Peningkatan atau penurunan kecil apa pun akan berdampak pada alam saat ini dan alam lainnya, sehingga membentuk hubungan sebab akibat antara ekosistem yang saling berhubungan ini.
Dalam Majjhima Nikaya, kumpulan teks Buddhis, dinyatakan bahwa Sang Buddha menyatakan bahwa Dhamma yang diartikulasikan dengan baik, ketika dikenali secara internal, dengan cepat memberikan hasil yang nyata, mengundang verifikasi, mengarah ke Nirvana, dapat dipahami oleh para bijaksana, dan berfungsi sebagai bimbingan pribadi. Dapat ditegaskan bahwa konsep Dharma mengandung universalitas inheren yang merembes ke seluruh tiga puluh satu alam makhluk hidup.
Pesan Tiga Agama terkait Gerhana
Di dalam penjelasan ketiga perspektif tersebut setidaknya ada beberapa hal yang bisa kita dapatkan dari penjelasan di atas. Pertama, bahwa Gerhana Matahari merupakan Tanda-Tanda Kebesaran Tuhan dan Kemahakuasaan Tuhan. Kedua, Sebagai pengingat akan hadirnya Hari yang Luar Biasa Dahsyat. Ketiga, Sebagai pengingat untuk selalu melakukan kebaikan dan memperbaiki diri. Jika di dalam Perspektif Buddha kejadian tersebut lebih bersifat psiko-kosmologi, sedangkan Islam dan Kristen menganggapnya sebagai ajang untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada dengan menjadi pribadi yang lebih baik.[]
Referensi
Couprie, D. L. (2004). How Thales Was Able to “Predict” a Solar Eclipse Without the Help of Alleged Mesopotamian Wisdom. Early Science and Medicine, 9(4), 321–337. https://doi.org/10.1163/1573382043004631
Lomas, T., & Case, B. (2023). A history of psychogeography and psychocosmology: Humankind’s evolving orientation on Earth and in space. Current Research in Ecological and Social Psychology, 4, 100090. https://doi.org/10.1016/J.CRESP.2023.100090
Zada, A. Y., De Gupita, N., Yanuar, S., Studi Pendidikan Fisika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, P., & Marsda Adisucipto, J. (2022). FENOMENA GERHANA MATAHARI PERSPEKTIF ISLAM DAN SAINS. Konferensi Integrasi Interkoneksi Islam Dan Sains, 4(1), 6–10. https://ejournal.uin-suka.ac.id/saintek/kiiis/article/view/3257
Share this content:
Post Comment