Kita Semua adalah Makhluk Belajar
Mungkin sebagian pembaca sudah mengenal istilah “makhluk sosial” yang diperkenalkan oleh Karl Marx. Namun, penting untuk mengakui bahwa idealnya, kita adalah makhluk belajar. Terminologi ini mungkin tampak remeh dan dianggap tidak penting karena pengertian belajar umumnya diasosiasikan dengan institusi akademik. Intinya, selama perjalanan hidup kita, kita terus menerus terlibat dalam proses pembelajaran, paling tidak dalam memahami makna keberadaan.
Selama masa bayi, kita berusaha untuk belajar dan berusaha meraih ASI ibu kita, kadang-kadang berusaha menggerakkan tubuh kita. Setelah mencapai tahap bayi, individu berusaha untuk terlibat dalam perilaku rawat jalan dan mengembangkan kemampuan untuk memanipulasi objek secara efektif di lingkungan sekitarnya. Selama masa remaja, individu terlibat dalam pemikiran introspektif yang cukup besar, termasuk kemampuan mereka untuk menyelesaikan masalah pribadi. Bahkan saat kita mendekati masa dewasa, identitas kita tetap terikat erat dengan tindakan belajar.
Pertanyaan apakah kita bisa menjadi makhluk belajar? Mungkin tidak mungkin mayoritas dapat mencapai status seperti itu karena banyaknya kesalahan dan keengganan untuk mengakui dan memperbaikinya. Padahal kita adalah makhluk dinamis yang mampu berubah. Sangat penting bagi kita untuk menjalani pertumbuhan berkelanjutan setiap hari, karena kita tidak mungkin tetap stagnan dalam perkembangan pribadi kita. Merupakan kebenaran mendasar bahwa perubahan adalah komponen yang tak terhindarkan dari proses ini.
Setelah mencoba melintasi jalan yang bobrok, seseorang akhirnya mengalami kecelakaan yang tidak menguntungkan. Namun, dengan menghindari jalan seperti itu, seseorang dapat memperoleh pelajaran berharga dari pengalaman tersebut. Mengabaikan kejadian sebelumnya akan menghambat kemampuan kita untuk menjadi makhluk belajar karena kita berisiko jatuh ke dalam perangkap yang sama. Namun, mengabaikan pengalaman masa lalu dapat menghambat kemajuan kita sebagai makhluk intelektual dan membuat kita mengulangi kesalahan yang sama. Pesan yang mendasari wacana ini cukup lugas: manusia akan selalu mengalami kemajuan, tidak hanya dalam hal perkembangan fisik, tetapi juga dalam ranah kemampuan kognitif. Konsep belajar makhluk tidak semata-mata bersumber dari pemikiran abstrak melainkan dari pengamatan empiris terhadap manusia yang mengalami perkembangan terus menerus dari waktu ke waktu.[]
Share this content:
Post Comment