Filsafat Alam dan Konservasi Alam
Bagi kita yang terbiasa dengan kemewahan duniawi, tidak akan pernah merasakan manisnya alam yang sebenarnya lebih memberikan dampak yang baik dan tidak ada sedikitpun kekecewaan karenanya. Pada akhirnya manusia lebih memilih jalan yang cenderung merusak, itulah mengapa di dalam ayat Al-Quran ketika kepemimpinan di alihkan kepada manusia Tuhan secara langsung mengatakan bahwa mereka adalah bodoh. Bodoh dalam makna bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk merusak. Sepanjang sejarah manusia, tidak bisa dilepas dengan kerusakan alam, dan kita juga merupakan orang yang menjadi saksi atas itu.
Misalnya saja perang dunia kedua yang sangat sarat dengan tragedi yang begitu mendalam, dan peperangan tersebut yang cenderung merusak alam dan membunuh manusia, sebenarnya banyak sekali contoh yang bisa diperlihatkan. Meskipun umur Bumi sudah mencapai miliaran tahun jika di dalam perspektif sains dan sudah hampir menuju fase akhir menurut perspektif agama. Adalah sesuatu yang sangat memuakkan kita sudah dianggap berakal tetapi kita masih rakus dan merusak alam dengan cara yang membabi buta. Meskipun di dalam perspektif agama, salah satunya yaitu Islam ada banyak sekali redaksi yang sangat jelas tentang manusia yang digambarkan sebagai perusak ketimbang sebagai pelindung, lalu pertanyaannya jika Tuhan menciptakan manusia dan dia tahu bahwa kehadiran manusia hanya akan membawa kehancuran, lalu mengapa Dia masih menciptakan manusia? Untuk pertanyaan itu tampaknya Tuhan merahasiakan jawaban tersebut agar kita sebagai manusia berkaca diri.
Seketika itu saya teringat dengan dua filsuf yang berbeda yaitu Thales dan Aristoteles. Menurut Thales, substansi alam semesta adalah air. Secara substansi air memang menjadi sumber kehidupan yang sangat vital. Lagipula, sebagian besar tubuh manusia mengandung air. Ungkapan Thales ini tidaklah sembarangan dan tidak mengada-ngada, apalagi ia juga mengamati alam dan masih banyak lagi sebenarnya tentang pengamatan dan menjadi cikal bakal sains modern.
Filsuf yang satu ini, paling dikenal dengan keluasan ilmunya yang membuat namanya dikenang sebagai Bapak Logika dan The First Teacher yaitu Aristoteles, ia pernah mengungkapkan konsep Teleologi sebelum Kierkegaard. Aristoteles, meskipun ia dikenal sebagai agnostik, ia juga memberikan pemikiran mengenai konsep alam dan tujuannya. Bagi Aristoteles, alam semesta ini ada, pasti ada yang menggerakkan dan pasti ada dibalik penciptaan alam ini. Bagaimanapun, kita boleh saja berdebat tentang penciptaan alam, baik itu perspektif sains maupun agama, bahkan dari pseudo-science dan pseudo-religion. Akan tetapi, menjaga alam adalah tugas kita sebagai manusia yang menjadi Khalifah dimuka bumi ini.
Maka dari itu, alam yang Tuhan ciptakan akan terus mencipta sebenarnya memberikan kita sebuah inspirasi dan juga senantiasa menjaga keseimbangan alam hingga tidak ada manipulasi alam berkedok modernisasi dan terkadang terkesan memaksa. Padahal, di Indonesia sudah sangat kaya akan alam dan jarang ada di negara lain. Sekarang ini, mari kita mencari cara untuk menjaga alam yang indah ini. Dari dua filsuf tersebut, setidaknya kita bisa mendapatkan satu suara, setidaknya alam yang kita cintai ini adalah substansi dari kehidupan yang tidak bisa dipisahkan dari manusia. Tuhan menciptakan alam tidak untuk kerakusan manusia, ada benarnya kata Mahatma Gandhi ia pernah berkata “Bumi ini cukup untuk tujuh generasi, namun tidak akan pernah cukup untuk tujuh orang serakah.[]Â
Share this content:
Post Comment