Loading Now

Gerhana Matahari : Eksistensi dan Filosofi


20200620_160600_0000 Gerhana Matahari : Eksistensi dan Filosofi
Sumbee Gambar : Canva


Besok akan menjadi peristiwa Gerhana Matahari pembuka pada tahun 2020, yang sebenarnya sudah banyak terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Meskipun gerhana matahari merupakan fenomena alam yang terjadi di Bumi. Tampaknya, di dalam pikiran manusia banyak yang berpikir macam-macam tentang fenomena ini, ada yang mengaitkan tentang keadaan masa depan, kematian dan sebagian besar adalah bersifat kontemplatif. Meskipun demikian, ilmuwan bersepakat ini merupakan fenomena alam yang sering kali menjadi renungan bagi manusia.

Kalau kita perhatikan lebih dalam, mengapa Bulan yang lebih kecil daripada Matahari bisa menutupi Matahari? Padahal dalam skala besar, Matahari jauh lebih unggul jika di bandingkan dengan planet-planet yang ada di Tata Surya. Hal ini yang membuat saya berpikir bahwa alam semesta ini tidak mungkin diciptakan dengan random, kalau katanya Aristoteles kalau Alam Semesta ini ada pastilah ada yang menggerakkannya, beliau mengungkapkan dengan sebutan Yang Menggerak / Sang Penggerak, jika kita yang beragama mungkin ungkapan umumnya adalah Tuhan.

Masih ingat dengan ungkapan Einstein? Tuhan Tidak Sedang Bermain Dadu, istilah ini hanyalah perumpamaan, jika alam semesta ini tidak diciptakan dengan cara acak (random) alias teratur sesuai dengan orbitnya. Namun, mari kita eksplorasi, jika alam semesta ini bersifat acak, apakah Bumi akan berada di Galaksi Bimasakti atau Andromeda? Padahal jika dicipatakannya bersifat acak, maka Bumi bisa diletakkan di mana saja. Tetapi menariknya, alam semesta bekerja sesuai dengan orbitnya.

Kembali lagi ke Gerhana Matahari, hal ini tidak mungkin kebetulan, Matahari dan Bulan  merupakan bagian dari alam semesta yang semestinya kita renungkan keberadaannya. Di saat Bulan dapat menghalangi cahaya Matahari yang begitu besar? Tampaknya kita perlu belajar dari Bulan bahwa meskipun eksistensinya kelihatan kecil, namun ia mampu untuk menutupi cahaya matahari tersebut. Sering kali, hal-hal yang kecil mampu untuk memberikan suatu perubahan yang signifikan, kita tidak perlu buta dengan keadaan, dan semestinya tidak perlu merasa besar dan sombong, karena boleh jadi yang kecil ini mempunyai potensi yang sangat besar.

Besar dan Kecil suatu ukuran lebih bersifat relatif, perhatikan saja Matahari di hadapan kita, ukurannya lebih kecil jika dipandang, namun akan terasa besar bila dilihat lebih dekat. Manusia lebih sering memandang rendah akan suatu hal termasuk potensi seseorang. Termasuk di dalam dunia Pendidikan, banyak yang beranggapan bahwa seseorang yang pintar Matematika dan Bahasa Inggris adalah Orang yang pintar. Setidaknya ini merupakan stereotipe dari orang-orang Indonesia secara umumnya. Namun, jika orang yang pintar kedua ilmu tersebut dihadapkan dengan ilmu yang tidak bisa ia kuasai seperti Filsafat dan Psikologi misalnya, pasti ia tidak akan bisa, karena angka, logika dan jiwa adalah suatu hal yang berbeda.

Kita tidak diperkenankan untuk menghujat seberapa kecil apapun itu potensi manusia, karena boleh jadi yang diejek akan lebih baik daripada yang diejek. Setidaknya, mari kita berkaca terlebih dahulu apa yang sudah menjadi potensi kita, lalu sadari akan kelemahan yang sebenarnya kita miliki. Setelah lakukan demikian, setidaknya kita menjadi manusia yang terkesan sapiens dalam pengertian yang sebenarnya yaitu Wise.

Bagi Umat Muslim, pastinya akan melaksanakan Shalat Gerhana yang akan dilaksanakan pada Esok Sore. Setidaknya hal tersebut menjadi sebuah kontemplasi bagi kita, karena manusia akan selalu tidak sadar dengan kekurangannya dan melebih-lebihkan kelebihannya agar ingin dipandang sebagai sosok yang tinggi, apakah itu termasuk pengkerdilan eksistensi yang sebenarnya tentang manusia? Padahal, kematianlah yang dapat menghentikannya dan kesombongan itu akan sirna.[]

Share this content:

Post Comment