Kematian Sebagai Bagian Dari Kehidupan
Pendahuluan
Sebagai pemaknaan yang terbilang tabu, kematian merupakan sesuatu yang sangat menarik untuk dijadikan sebagai renungan. Jika kita perhatikan, mungkin kita akan berdebat tentang Tuhan, apakah Dia ada atau tidak? Berbagai macam argumen tentang-Nya akan menjadi sebuah pergulatan batin yang mendalam bagi kita. Akan tetapi, anehnya kita bersepakat bahwa setiap kita pasti akan merasakan mati. Hal inilah kematian yang dianggap tabu oleh masyarakat perlahan menjadi bahan renungan untuk manusia, termasuk para ilmuwan yang sering menjadikan kematian sebagai sesuatu yang pasti. Adapun salah satu buku yang pernah saya baca yaitu On Death and Dying karya Elisabeth Kübler-Ross yang merupakan ahli thanatologi (ahli studi tentang kematian dan psikososialnya.) Menurut saya pribadi dalam menghadapi kematian sering kali kita dihadapkan dengan suasana yang tegang dan bahkan suasana yang tidak ingin terjadi di dalam hidupnya.
Mengapa Manusia Takut Mati?
Ada kalanya manusia takut dalam menghadapi kematian, hal ini bisa dibenarkan dalam perspektif psikiatri, dalam alam bawah sadar kita seperti tidak menginginkan adanya kematian dan ingin hidup selamanya. Akan tetapi, ketika manusia merasa hidupnya terlalu panjang sering kali merasakan kepedihan di dalam hidupnya, seperti satu per satu kehilangan keluarganya, sahabatnya, dan orang yang ia cintai telah mendahuluinya. Adapun kematian yang sering kali ditakuti oleh banyak adalah kematian yang sepi. Apalagi di saat kita dirawat gawat darurat di rumah sakit dan mengharuskan kita untuk mendapatkan perawatan yang sangat intensif dan keluarga tidak diizinkan untuk berada di ruangan karena untuk keperluan medis. Iya, kematian yang satu ini menjadi sesuatu yang menyakitkan baik secara fisik maupun psikis, karena tidak dikelilingi oleh kerabatnya1.
Namun terkadang kematian bisa dianggap sebagai hal yang bersifat filosofis. Jikalau kita perhatikan salah satu film Marvel yang berjudul Doctor Strange, ketika The Ancient One sedang sekarat, ia berkata “Kematianlah yang memberi makna hidup. Untuk mengetahui hari-harimu dihitung”2. Mungkin bagi kita yang melihatnya seperti sesuatu yang biasa saja. Padahal, hanya kematianlah yang membuat kita memiliki tujuan hidup dan karena kematianlah kita dapat memiliki sesuatu yang berharga dan meruntuhkan segala bentuk kesombongan yang ada.
Dahulu, saya adalah orang yang terkagum dengan sesuatu disebut “Kematian” karena ia dapat meruntuhkan segala kesombongan yang ada. Tentu saja, bagi orang yang tergeliur dengan dunia bahkan menyombongkan dirinya mengingingkan kehidupan dunia yang abadi karena menurut mereka adalah Surga yang nyata, dan mereka tidak ingin mati. Apalagi bagi seorang yang memiliki kedudukan yang berlimpah, jika orang tersebut sudah terlena dengan keindahan itu, pastinya kematian adalah semacam mimpi buruk yang pasti mereka takuti. Itulah fungsi kematian untuk mengingatkan kita bahwa sesungguhnya apapun yang kita banggakan tidak akan berguna dihadapan kematian, dan akhirnya manusia tidak akan berdaya dengan Kematian.
Kematian Menurut Islam
Sebagai bahan yang biasa digunakan oleh banyak orang, mungkin makna kematian memiliki sifat yang dark. Namun unik di dalam Islam kata yang diungkapkan di dalam Al-Quran adalah رَاجِعُونَ yang memiliki arti pulang. Bagaimana kita mendengar kata atau istilah pulang? Pastinya akan sangat bergembira bukan! Itulah yang semestinya kita hadapi kematian karena kita menghadap Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.3 Boleh kita maknai kematian itu sebagai perjumpaan kita kepada orang tua yang menunggu kita pulang ke rumah. Namun, ada juga orang yang ia memiliki rumah tapi takut untuk pulang, mungkin takut dimarahi orang tuanya. Walaupun demikian, kemarahan orang tua justru lebih kecil daripada kasih sayangnya yang luar biasa kepada kita.
Kembali lagi dengan kematian, dalam Islam juga bisa dikatakan sebagai perpindahan sebuah alam dari alam dunia menuju ke alam barzakh. Namun, ada juga yang mengungkapkan bahwa kematian itu hanya sebuah jasadnya tetapi sebenarnya ia masih hidup, ayatnya berbunyi : “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki,”4 Di dalam hal ini Quraish Shihab mengomentari ayat ini dengan sebuah Pesannya adalah Sekali-kali janganlah engkau wahai Muhammad atau siapa pun yang dapat ditujukan kepadanya pesan ini, mengira, apalagi menduga keras atau yakin bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah baik dalam perang Uhud itu maupun selainnya adalah orang-orang yang telah mati, sekarang ini bahkan mereka itu hidup dengan kehidupan yang berbeda dengan kehidupan kamu, karena hidup mereka di sisi Tuhan mereka yang Maha Agung dalam keadaan mereka dianugerahi rezeki yang sesuai dengan alam tempat mereka kini berada dan sesuai pula dengan nilai perjuangan mereka dan kebesaran serta kemurahan Allah swt.5
Ketika saya perhatikan ayat ini, meskipun dalam konteks ini Allah Ta’ala memberitahu kepada Nabi Muhammad agar ia tidak bersedih hati bahkan mengira kalau orang-orang yang berjuang di sisi-Nya telah mati, melainkan mereka hidup di dalam rezeki yang mungkin tanpa batas oleh Allah. Adapun rezeki yang mungkin saya bisa interpretasikan adalah namanya akan selalu dikenang dengan baik, bahkan tidak pernah berhenti untuk disebutkan. Misalnya doa anak kepada kedua orang tua yang telah meninggal, atau karya seseorang yang masih hadir sampai sekarang walaupun sudah hidup ratusan bahkan ribuan tahun tetapi tetap terjaga.
Kesimpulan
Jika kita dapat memaknai kematian itu dengan sudut pandang yang lebih bijak, semestinya Kematian itu bukanlah sesuatu yang membuat kita mesti galau apalagi bersedih. Apalagi kematian itu di sebutkan dalam Al-Quran dengan sebutan “pulang”. Semestinya kita dapat menerima itu dengan lapang dada bahkan berbahagia karena orang-orang yang kita cintai telah sampai waktunya untuk bertemu Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Referensi
[1] Kübler-Ross, Elisabeth. On Death and Dying. Routledge, 1973.
[2] Tibbetts, John. “Doctor Strange dir. by Scott Derickson.” Film & History: An Interdisciplinary Journal 47.1 (2017): 124-125.
[3] Hidayat, Komaruddin. Psikologi Kematian. Hikmah, 2008.
[4] Al-Quran Surah Ali Imran ayat 169
[5] Shihab, Muhammad Quraish. Tafsir Al-Mishbah : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran. Lentera Hati. 2001
Share this content:
Post Comment