Nongkrong Cafe Dalam Perspektif Pendidikan Luar Sekolah
Seperti yang kita ketahui, Pendidikan Luar Sekolah merupakan salah satu elemen penting di dalam Pendidikan. Mengapa tidak? Sering kali kita mendapat pengalaman belajar yang tak biasa dari luar sekolah. Pengalaman belajar yang kita alami di sekolah sering kali masih belum maksimal dan serba kejar target. Hal inilah yang membuat Pendidikan Luar Sekolah menjadi salah satu bagian yang dapat menambal kekurangan tersebut dengan pengalaman belajar yang lebih luas, seperti les privat, diskusi, ngopi darat dan lain sebagainya.
Mengutip Wikipedia, Pendidikan luar sekolah (bahasa Inggris: Out of school education) adalah pendidikan yang dirancang untuk membelajarkan warga belajar agar mempunyai jenis keterampilan dan atau pengetahuan serta pengalaman yang dilaksanakan di luar jalur pendidikan formal (persekolahan). Artinya, Pendidikan Luar Sekolah merupakan pendidikan yang pada dasarnya di rancang oleh kita sendiri sebagai makhluk pembelajar agar senantiasa mempunyai jenis keterampilan atau pengetahuan bahkan pengalaman yang sama bahkan melebihi yang dilaksanakan oleh jalur formal pada umumnya.
Berdasarkan hal demikian, tujuan Pendidikan Luar Sekolah dalam pandangan Sudjana sangat banyak sekali maknanya agar Sudjana, mengemukakan pengertian pendidikan luar sekolah sebagai berikut: Pendidikan Luar Sekolah adalah setiap kegiatan proses saling belajar, diselenggarakan luar jalur pendidikan formal dengan substansinya untuk membantu peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi diri berupa pengetahuan, sikap, keterampilan dan sosialnya.
Pendidikan Luar Sekolah lewat Cafe
Dahulu pada abad 20 ada seorang filsuf yang sebenarnya mencoba untuk menggagas Pendidikan Luar Sekolah yang sering kali diskusinya berada di Cafe-Cafe kawasan Paris, Prancis ia adalah Jean Paul Sartre dan bersama dengan isterinya yaitu Simeone De Beauvoir. Mereka berdua memanfaatkan cafe untuk mendiskusikan hal-hal filosofis. Maka dari itu, sebenarnya bukan hal yang baru membicarakan cafe sebagai bagian dari Pendidikan Luar Sekolah.
Selanjutnya, Café philosophique (atau café-philo) adalah forum akar rumput untuk diskusi filosofis, yang didirikan oleh filsuf Marc Sautet di Paris, Prancis, pada tanggal 13 Desember 1992 (Chaplin, hal. 282).Ada sekitar 100 cafés-philo yang beroperasi di seluruh Prancis dan sekitar 150 cafés-philo secara internasional pada saat kematian Sautet pada tahun 1998 (Simons, Marlise hlm. B9). Dia akan mengumpulkan beberapa teman di “café philo” -nya setiap hari Minggu pukul 11 ​​pagi dan membuka acara filosofis. perdebatan (“pertikaian konseptual”) selama sekitar dua jam. Filsafatnya adalah kembali ke prinsip dasar penalaran yang ditujukan untuk masyarakat umum, bukan bangsawan (Joshua Glenn, editor kontribusi, Britannica.com). Pertemuan pertama dimulai dengan hanya selusin orang. Segera mahasiswa universitas muncul, diikuti oleh warga eksentrik di luar jalan, supir taksi yang sedang tidak bertugas, dan wanita kaya yang menganggur (Obituari hal. 21) Ini menjadi acara mingguan yang semakin populer menjadi sekitar 200 orang di setiap pertemuan (Joshua Glenn, 2007) Sautet mengembalikan filosofi kepada masyarakat umum di Café Philosophique. Dengan melakukan itu, dia ditolak oleh para sarjana karena tidak setia pada filosofi normal yang diajarkan di pendidikan tinggi (Marinoff, hal. 338).
Kesalahpahaman tentang Cafe
Banyak yang menganggap cafe hanya sekadar tempat untuk nongkrong dan tempat refreshing semata, dan ada juga yang menganggap Cafe hanya sebagai tempat menghabiskan waktu yang tidak bermanfaat dan lebih banyak mudharatnya saja. Dalam hal ini, saya juga tidak sepakat dengan hal ini, karena pernyataan yang bersifat generalisasi sering kali menimbulkan kesalahpahaman dan ketidakadilan dalam menggambarkan situasi.
Padahal, jika kita bisa lebih terbuka pikiran kita terhadap cafe, mungkin banyak sekali yang memanfaatkan cafe sebagai tempat berlangsungnya kita saling belajar, baik itu untuk memperoleh pengetahuan dari internet jika di rumahnya tidak menyediakan internet, bahkan kita bisa saling belajar dalam memahami keadaan sosial yang ada di dalam cafe tersebut.
Pengalaman yang saya alami ketika belajar di Cafe bersama dengan murid-murid saya di MAN 2 Pontianak bersama Iqbal, Irfan, Dhafie, Tyas dan Ummi yang lebih memilih belajar di cafe karena keterbatasan internet yang ada di rumahnya dan kebetulan sedang ada Ujian Madrasah. Setelah itu mereka mendiskusikan tentang apa yang mereka senang diskusikan seperti Sejarah Ideologi dan Pemikiran Teologis, Ekonomi, Filsafat dan lain sebagainya.
Sebagai penutup, kita bukan ingin mencari pembenaran dari hadirnya cafe sebagai tempat untuk belajar, tetapi saya hanya ingin membuka pikiran kita tentang cafe yang seharusnya bisa dimanfaatkan lebih baik lagi agar fungsi cafe sama seperti yang ada di Paris dan beberapa tempat yang ada di Eropa.[]
Referensi
Chaplin, Tamara. 2007. Turning On The Mind: French Philosophers on Television, University of Chicago : Press.
H.D. Sudjana, 1991. Pendidikan Luar Sekolah. Bandung : Penerbit Nusantara Press UNINUS.
Marinoff, Lou. 2002. Philosophical practice, USA : Academic Press
Raabe, Peter B. 2002. Issues In Philosophical Counseling : Greenwood : Publishing Group.
Sautet, Marc. 1995. Un café pour Socrate : Comment la Philosophie peut nous aider à comprendre le monde d’aujourd’hui, Paris : R. Laffont.
Kontributor Wikipedia. “Pendidikan luar sekolah.” Wikipedia, Ensiklopedia Bebas. Wikipedia, Ensiklopedia Bebas, 4 Feb. 2016. Web. 25 Mar. 2021.
Wikipedia contributors. “Café philosophique.” Wikipedia, The Free Encyclopedia. Wikipedia, The Free Encyclopedia, 27 Sep. 2019. Web. 25 Mar. 2021.
Share this content:
Post Comment