Loading Now

Memaknai Pendidikan

20200617_130017_0000 Memaknai Pendidikan
Sepanjang sejarah yang hadir di dalam dunia kita, memang tidak bisa lepas dari Pendidikan dan sampai sangat berpengaruhnya hal tersebut  di setiap negara memberikan sumbangsih yang terbaik untuk bidang pendidikan, tidak jarang menjadi sebuah kontestasi untuk ajang bergengsi bagi setiap negara, salah satunya ajang bergengsi Ranking, jika di Indonesia, beberapa tahun terakhir ini.
Ketika kita berbicara tentang pendidikan, yang terlintas pada benak kita adalah institusi atau lembaga, yang mungkin kita katakan sebagai sekolah. Lalu bagaimana dengan orang yang tidak mengenyam pendidikan di sekolah? Apa bisa disebut pendidikan? Padahal grand theory dari Pendidikan itu sendiri adalah proses seseorang untuk mendapatkan pengetahuan baru dari yang belum paham menjadi paham.
Namun, ada yang berbeda dengan definisi yang sering diungkapkan oleh banyak orang, salah satunya dari dosen filsafat saya, beliau mengatakan bahwa education is mutual learning process. Secara simpelnya, pendidikan itu pada dasarnya adalah proses saling belajar. Antara individu satu dengan yang lain saling belajar, baik untuk memahami ataupun mengetahui tentang hal.
Seketika definisi pendidikan yang sedikit rumit tersebut, namun juga memerlukan manusia sebagai objek untuk mendefinisikan pendidikan itu sendiri. Faktanya, manusia akan selalu berubah dan tentu saja makna pendidikan memungkinkan berubah, tergantung stereotipe yang biasa digunakan. Maka dari itu, kita, sebagai manusia, sudah mesti memikirkan kembali maksud apa dari Pendidikan yang sudah kita jalani, apakah sesuai dengan apa kita ekspektasi atau justru berjalan tanpa tujuan yang pasti?
Sekarang kita ambil contoh yang paling simpel, apakah pendidikan hanya sekadar mengajar saja? Jika memang betul demikian, artinya ada yang perlu kita benahi lagi Pendidikan yang dimaksud oleh Undang-Undang di dalam Sistem Pendidikan Nasional itu sendiri. Karena pendidikan tidak hanya berbicara soal waktu, akan tetapi ia juga berbicara tentang kualitas, akhlak juga karakter yang ingin dibentuk sesuai dengan Undang-Undang yaitu beriman, dan bertaqwa kepada Allah Ta’ala, berakhlak mulia.
Jika dalam bahasa yang simpelnya, perlu adanya penekanan etika yang mendasar, dan sering kali akhlak berada di nomor samping dan bukan yang utama. Padahal, memanusiakan manusia adalah bagian dari karakter/akhlak, apakah kita melupakan wasiat dari Ki Hadjar Dewantara yang begitu fenomenal tersebut? Rasa-rasanya, begitulah adanya.
Meskipun begitu, banyak juga yang mengeluh berkaitan dengan realitas kualitas Pendidikan yang ada, apalagi rasa-rasanya Pendidikan yang dianggap sebagai Ibu dari segala Profesi memang perlu diapresiasi, karena segala sesuatu memang berasal dari Pendidikan. Kita tidak perlu buta untuk melihat sebuah realitas yang ada, seperti kurangnya perhatian berkaitan dengan kesejahteraan guru, ataupun kesulitan guru untuk memberikan pelayanan yang terbaik untuk muridnya, karena terhalang oleh sistemnya yang rumit. Bagaimanapun realitas ini akan menjadi sebuah rahasia umum dan seperti suara yang diterjang ombak.
Pendidikan di satu sisi, memang terasa kompleks, namun di satu sisi adalah kehormatan yang sangat berarti, karena guru adalah seseorang boleh saya katakan memberi petunjuk dari kebodohan menjadi manusia yang cerdas. Kompleks, karena tugas guru memang sangatlah sulit jika dibandingkan dengan profesi lain, baik itu secara etis maupun karakteristik. Di satu sisi, guru memiliki kewajiban, di sisi lain ia harus mampu menjadi panutan. Rasa-rasanya inilah yang sedang dialami oleh guru-guru untuk memberikan sesuatu yang berarti bagi yang lain. Sisi lain, menjadi guru adalah sebuah kehormatan, karena negara-negara yang SDM nya terbaharukan, memandang guru yang tidak hanya berperan di masyarakatnya, namun ia menjadi sesuatu yang diharapkan kehadirannya di dalam masalah yang rumit sekalipun.
Sebenarnya pendidikan memiliki tujuan yang sangat mulia dan sangat terkesan yaitu menjadikan manusia yang renaisans dan kokoh, namun sepanjang perjalanannya mengalami pergeseran yang sangat berarti, yaitu pragmatisme. Maksudnya adalah pendidikan hanya untuk mendapatkan pekerjaan semata, kita berpikir, bagaimana sistem yang seperti ini bisa berjalan dengan memandang eksistensi dari seseorang saja? Padahal, manusia bisa saja mengeluarkan potensi yang ada. Bagaimanapun juga, hal inilah yang mesti kita benahi bersama-sama agar menjadi peradaban kita akan dicatat sebagai bagian dari besarnya suatu peradaban itu sendiri.[]
Kontributor : 
Amar Ma’ruf
Irma Naura Rifanka (Duta Pendidikan FKIP UNTAN tahun 2020)

Share this content:

Post Comment